BULAN ramadan,
kesibukan masjid dan mushala mengalami peningkatan kegiatan yang luar biasa. Jika
di hari-hari biasa, sehabis shalat isya suasana nyaris sepi tak ada kegiatan.
Jangankan kegiatan membaca Alquran, jamaah shalat isya hampir dipastikan hanya
satu shaf depan saja tidak penuh. Akan tetapi di bulan ramadan yang merupakan
bulan penuh rahmat dan ampunan, hampir dapat dipastikan jumlah jamaah dan
volume kegiatan mengalami peningkatan yang cukup signifikan.
Mengapa? Di samping
Allah telah menjanjikan dalam Alquran, barang siapa yang menjalani amal ibadah
di bulan ramadan, akan dilipatgandakan pahala ibadahnya yang nilainya terserah
Allah sendiri.
Baik itu untuk amalan
ibadah mahdlah (yang sudah ditentukan) seperti shalat tarawih, witir, tahajud,
puasa dan sejenisnya maupun amalan ibadah ghairu mahdlah (selain yang tidak
ditentukan) seperti shadaqah, berbuat baik, hingga memberi makan anak yatim.
Kegiatan masjid dan
mushala menjadi semakin ramai menjelang sepuluh terakhir di bulan ramadan,
meski jamaah yang mengikuti tarawih mulai berkurang. Tetapi hamba hamba Allah
rela tidak tidur dan menahan kantuk untuk menantikan sesuatu yang sangat
diidam-idamkan.
Tidak hanya tarawih dan
tadarus Alquran, pada malam-malam ganjil yakni tanggal 21, 23, 25, 27 dan 29
ramadan, aktivitas ditambah dengan iktikaf (berdiam diri dalam masjid), shalat
tasbih dan lain-lain.
Pada tengah malam di
atas jam 00.00 para pengurus takmir membuka pintu dan pagar masjid mushala
lebar-lebar dan mengumumkan melalui pengeras suara membangunkan umat untuk
shalat tasbih, tahajud, hajat dan shalat sunat lainnya dengan satu tujuan sama,
yakni sama sama ingin meraih lailatul qadar.
Malam Istimewa
Siapa pun umat Islam
tak ingin melewatkan dan meraih lailatul qodar. Betapa tidak, malam yang yang
sangat istimewa sebagaimana disebutkan dalam Alquran adalah malam yang lebih
baik dari seribu bulan, yaitu 83 tahun lebih 4 bulan (lailatul qadri khairun
min alfi sahr).
Seumpama sehari orang
shalat fardlu 17 rakaat, maka selama seribu bulan pahalanya identik dengan
shalat 510.000 rakaat. Padahal rata-rata usia umat Muhammad berkisar 60 tahun.
Kalau sehari melaksanakan shalat wajib 17 rakaat, maka dalam usia 60 tahun
hanya mampu melaksanakan 367.200 rakaat. Betapa besar kemuliaan yang dijanjikan
Allah pada lailatul qadar.
Pertanyaannya, kapan
sebenarnya malam kemuliaan (lailatul qadar) itu? Dalam Alquran Allah bertanya,
tahukah kamu apakah malam kemuliaan (lailatul qadar) itu? Allah menjawab pada
ayat berikut (lailatul qodri khoirun min alfi sahr) Allah tampaknya sengaja
merahasiakan kapan hari “H” lailatul qadar agar manusia berpikir. Karena
kerahasiaan Allah itu sampai sekarang berkembang kontroversi atau polemik
tentang malam seribu bulan.
Ada yang berpendapat,
hari “H” sengaja dirahasiakan Allah agar umat Islam menghidupkan ramadan sejak
awal hingga akhir. Andaikan para kiai dan ulama sepakat lailatul qadar pada
malam 27 misalnya, mungkin umat Islam di dunia pilih beribadah habis-habisan
pada malam itu saja. Malam-malam ramadan yang lain bisa diabaikan.
Ada juga yang
menerjemahkan salamun hiya hatta mathlail fajr atau malam itu penuh
kesejahteraan sampai terbit fajar. Tidak hanya sampai terbitnya matahari,
tetapi panjang sampai hitungan yang tidak terbatas. Walhasil kontroversi itu
semakin panjang untuk didiskusikan. Bahkan mungkin kalau dibahtsulmasailkan
(membahas masalah masalah agama) tidak akan ada habis-habisnya.
Umat Islam yang
meyakini lailatul qadar berada di malam likuran atau malam ganjil di atas
tanggal 20 ramadan mungkin dilandasi oleh sebuah hadits yang artinya carilah
lailatul qadar pada malam ganjil, sepertiga yang terakhir dari bulan ramadlan.
Jadi, tidak perlu
disalahkan kalau kemudian para kiai, ulama dan mubalig di masjid dan mushala
mengekploitasi hadits tersebut besar-besaran.
Dampaknya tentu pada
malam likuran semangat beribadah terasa tertambah seperti mendapat energi baru
di tengah tengah kelesuan menjalankan amalan-amalan di bulan ramadan.
Cara Menghitung
Cara Menghitung
Untuk mengetahui kapan
hari “H” lailatul qadar, Imam Asy-Syaíroni memberi pedoman dengan melihat awal
ramadan. Kalau awal ramadan jatuh pada Jumat atau Selasa, berarti lailatul
qadar jatuh pada malam 29 ramadan.
Kalau awal ramadan
jatuh pada Ahad atau Rabu maka lailatul qadar jatuh pada malam 27 ramadan.
Jika awal ramadan
Kamis, maka lailatul qadar jatuh pada malam 25 ramadan. Kalau awalnya Sabtu
jatuh pada malam 23 ramadan dan jika awal ramadan pada Senin maka jatuh pada
malam 21 ramadan.
Imam Asy-Syaíroni juga
memberikan tanda-tanda, yaitu pada malam itu cuaca dalam keadaan terang
benderang dan cerah, tidak ada hujan dan bintang di langit menampakkan
sinarnya, angin semilir dan tidak panas.
Pagi harinya matahari
terbit tidak langsung memancarkan sinar panas tetapi agak redup dan tidak
mendung.
Pada prinsipnya, saya
setuju kalau ada yang berpendapat malam kemuliaan itu sejak awal hingga akhir
ramadan. Yang penting, gelora semangat untuk beribadah terpompa tidak hanya di
bulan suci ramadan, akan tetapi juga 11bulan lain di luar bulan suci ramadlan.
Insya Allah kalau sejak awal ramadan kita membiasakan qiyamul lail, shalat tasbih, tahajud, hajat, tawarih dan lain-lain kita akan mendapat berkah lailatul qadar. Amin ya rabbal alamin.
Insya Allah kalau sejak awal ramadan kita membiasakan qiyamul lail, shalat tasbih, tahajud, hajat, tawarih dan lain-lain kita akan mendapat berkah lailatul qadar. Amin ya rabbal alamin.
0 komentar:
Posting Komentar