HAKIKAT PSIKOLOGI MANUSIA
2.1 Ayat tentang motivasi yang
benar daam kehidupan
Ayat 1: (QS. Ali Imron ayat 14)
tentang motivasi kepemilikan
زُيِّنَ
لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاء وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ
الْمُقَنطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ
وَالأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللّهُ عِندَهُ
حُسْنُ الْمَآبِ -١٤-
Terjemah:
“Dijadikan
indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu:
wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda
pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di
dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)”.
Penjelasan tafsir:
Zuyyina زُيِّنَ (QS. Ali Imron/3: 14)
Zuyyina adalah fi’il
madi (kata kerja yang telah lalu) dalam bentuk mabni majhul (bentuk pasif)
artinya “dihiaskan”. Arti bahasa dalam permulaan ayat 14 ialah di hiaskan pada
manusia rasa suka kepada hal-hal yang di inginkan berupa perempuan, anak, harta
benda yang banyak berupa emas, perak, kuda yang bagus, binatang ternak, dan
sawah, serta ladang. Ada dua penjelasan ulama’ yang berbeda tentang siapa yang
menjadikan menghiaskan manusia rasa suka, yang pertama adalah setan, karena
dalam akhir ayat dijelaskan bahwa Allah merupakan tempat kembali yang paling
baik. Yang ke dua ialah Allah, karena Allah ingin menguji manusia melalui rasa
tersebut.
(ا لقنا طير)
al-Qanathir adalah bentuk jamak dari قنطا ر qinthar. Ada yang memahami kata qinthar dalam
bidang tertentu, seperti 100 kg, atau uang dengan jumlah tertentu, dan ada juga
yang tidak menetapkan jumlah. Qinthar menurut panganut pendapat ke dua ini
adalh timbangan tanpa batas. Ia adalah sejumlah harta yang menjadikan
pemiliknya dapat menghadapi kesulitan hidup, dan membelanjakannya guna meraih
kenyamanan bagi diri dan keluarganya.
Demikian juga
kuda pilihan, kata pilihan adalah terjemeh yang sangat umum untuk kata (مسو مة) musawwamah yang digunakan ayat di
atas. Kata ini mempunyai banyak arti, antara lain “tempat pengembalaan”, yakni
dia dapat makan seenaknya, bukannya kuda yang di ikat dan di sajikan makanan
kepadanya. Ia juga berarti “yang bertanda”, yakni ada tanda-tanda khusus bagi
kuda-kuda itu membedakannya dari kuda-kuda yang lain. Atau bermakna “terlatih
dan jinak”. Apapun makna yang anda pilih, yang pasti bahwa kuda-kuda yang di
maksud adalah kuda-kuda istimewa yang berbeda dengan kuda-kuda biasa, sehingga
ia benar-benar merupakan kuda pilihan.
Selanjutnya
binatang ternak pun merupakan salah satu yang dicintai oleh manusia, istilah
yang digunakan oleh ayat ini untuk menunjuk binatnga itu adalah (الانعام) al-an’am. Kata ini adalah bentuk jamak
dari kata (نعم) ni’am. Binatang
ternak dimaksud adalah sapi, kambing, domba, dan unta, baik jantan mauun
betina. Sebagaiman di sebut dalam QS. Al-an’am (6):143-144.
Yang terakhir
di sebut oleh ayat ini adalah sawah ladang, yang di tunjuk oleh ayat di atas
dengan kata (حرث) harts. Ini dijadikan
yang terakhir karena untuk memiliknya di perlukan upaya ekstra dari manusia,
bukan seperti emas, perak, dan lain-lain. Barang-barang tersebut adalah
barang-barang yang telah wujud dan tidak diperlukan upaya khusus manusia untuk
mengadakannya. Kata hars menunjuk kepada upaya membajak tanah. Tanah bersifat
keras sehingga harus terlebih dahulu di bajak untuk ditanami benih, kemudian di
olah dengan menyiraminya agar tumbuhan dapat tumbuh, selanjutnya tanah tersebut
menjadi sawah dan ladang.
Ayat ini tidak
menjelaskan siapa yang menjadikan indah hal-hal yang disebut oleh ayat ini.
Yang di perindah adalah kecintaan kepada aneka syahwat. Syahwat adalah
kecenderungan hati yang sulit terbendung kepada sesuatu yang bersifat indrawi
aau material. Anda perhatikan redaksi ayat di atas, yang dijadikan indah adalah
kecintaan, bukan hal-hal yang akan di sebutnya. Bisa jadi ada di antara apa
yang di sebut dalam rinciannya itu bukan merupakan dorongan hati yang sulit
atau tidak terbendung. Tetapi kalau dia telah di cintai oleh seseorang, maka
ketika itu ia menjadi sulit atau tidak tebendung.
Hal-hal yang
dicintai adalah keinginan terhadap wanita-wanita, anak-anak lelaki, harta yang
banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang binatang ternak, dan
sawah ladang. Sekali lagi kita berhenti untuk bertnanya: apakah lelaki dan
wanita tidak di cintai oleh manusia, atau kata manusia pada ayat ini khusus
untuk pria? Tidak dapat di sangkal bahwa manusi ayang di sebut dalam ayat ini
adalah semua putarputi adam, apa lagi yang dewasa, baik pria maupun wanita.
Jika demikian adalh semakin pada tempatny apertayaan di atas.[1]
Adalah keliru
kalau manusia menjadikan harta dan anak sebagai tujuan hidupnya. Perempuan,
anak-anak, emas dan perak, kendaraan binatang peliharaan dan semua kekayaan
adalah menyenangkan manusia dan sangat dicintainya. Sebenarnya bukan sesuatu
yang terlarang mencintai benda-benda itu, karea manusia tidak dapat terhindar
dari mencintainya. Namun sedikit sekali orang yang memahami keburukan atau
bahayanya, sekalipun bukti-bukti cukup jelas dan banyak yang memperlihatkan
keburukan dan bahayanya itu. Siapa yang menyukai sesuatu tetapi dia menganggap
hal itu tidak baik untuk dirinya, dia dapat melepaskan diri dari pengaruhnya.
Sesungguhnya Allah menjadikan tabiat manusia cinta terhadap harta benda dan
kesenangan. Oleh sebab itu Allah menjaddikan harta benda dan kesenangan sebagai
sarana menguji keimanan seseorang.
Pertama:
perempuan (istri), istri adalah tumpuan cinta dan kasih sayang. Jiwa manusia
selalu cenderung tertuju pada istri.
Para lelaki
adalah pembimbing yang bertanggung jawab atas kaum perempuan, karena lelaki itu
memiliki kekuatan dan kemampuan melindungi mereka. Tetapi mencintai perempuan
secara berlebihan mempunyai efek yang kurang baik terhadap keluarga,
masyarakat, dan bangsa, dan dapat pula mempengruhi keseimbangan hak dan
kewajiban antara laki-laki dan perempuan.
Kedua: Anak,
laki-laki atau perempuan. Cinta kepada anak adalah fitrah manusia. Sama halnya
dengan cinta kepada istri karena tujuannya untuk melanjutkan keturunan.
Anak
sebenarnya adalah hiasan rumah tangga, penerus keturunan dari generasi ke
generasi. Tetapi dia dapat berubah menjadi cobaan.
Ketiga: harta
kekayaan yang melimpah ruah Ar-Razi mengatakan dalam tafsirnya “emas dan perak
amat disenangi, karena keduanya adalah alat penilai harga sesuatu. Orag yang
memilikinya sama dengan orang yang memiliki segala sesuatu. Memiliki berarti
menguasai. Berkuasa adalah salah satu kesempurnaan, dan kesempurnaan itu
diinginkan oleh semua manusia. Karena emas dan perak adalah alat yang paling
tepat untuk memperoleh kesempurnaan, maka ia diinginkan dan dicintai. Apabila
sesuatu yang dicintai tidak dapat diperoleh kecuali dengan sesuatu yang lain,
maka sesuatu yang lain itupun dicintai pula. Maka karena itulah emas dan perak
dicintai”.
Cinta
kepada harta telah menjadi tabiat buruk manusia, karena harta alat untuk
memenuhi keinginan. Keinginan manusia tidak ada batasnya. Maka mereka mengejar
harta tidak henti-hentinya.
Keempat:
kuda yang dipelihara di padang rumput, terutama kuda yang berwarna putih
dibagian dahi dan kakinya, sehingga tmpak sebagai tanda. Bagi orang arab kuda
yang demikian itu adlah kuda yang paling baik dan paling indah. Mereka
berlomba-lomba untuk dapat memilikinya.
Kelima:
binatang ternak lainnya seperti sapi, unta, kambing, binatang-binatang ini
termasuk harta kekayaan Arab Badhui.
Keenam: sawah
ladang adalah sumber kehidupan manusia dan hewan. kebutuhan manusia kepada
sawwah ladang melebihi kebutuhan mereka kepada harta lainnya yang disenangi,
karena sawah ladang adalah sumber pemenuhan kebutuhan seseorang.
Demikian
keenam macam harta yang disenangi manusia di dunia ini, dan merupakan alat
kelengkapan bagi hidup mereka, yang memenuhi segala kebutuhan dan keinginan
mereka. Setan menggoda manusia sehingga memandang baik mencintai harta benda
tersebut. Tetapi hendaknya manusia menyadari bahwa semua harta benda itu hanya
untuk kehidupan duniawi yang tidak kekal. Tidak benar apabila harta benda
dijadikan cita-cita dan tujuan akhir dari kehidupan yang fana ini, sehingga dia
terhalang untuk mempersiamkan diri bagi kehidupan yang sebenarnya, yaitu
kehidupan akhirat yang abadi. [2]
Analisis/korelasi:
Motivasi
adalah suatu dorongan dalam diri individu untuk melakuakan suatu tindakan
dengan tujuan. Dalam ayat diatas menjelaskan tentang keinginan manusia terhadap
harta kekayaan duniawi, dan keinginan tersebut wajar, karena itu sudah menjadi
tabiat manusia yang dikehendaki Allah, namun dengan adanya akal budi, manusia
dituntut untuk dapat menentukan sikapnya kepada harta duniawi dan menjadikan
motivasi kepemilikan itu untuk jalan mendekatkan diri kepada Allah. Keinginan
manusia terhadap duniawi tu merupakan hal yang wajar, namun adanya dampak buruk
yang dikarnakan berlebihan dalam keinginan itu dapat menjadi motivasi manusia
untuk memanfaatkan keinginan duniawinya untuk memenuhi kebutuhan akhirat.
Dengan demikian motivasi kepemilikan yang didimbangi dengan motivasi beragama
lebih baik untuk jalannya kehidupan.
Manusia
memiliki kecenderungan untuk memiliki harta benda, perabot rumah tangga, tanah,
maupun property yang lainnya. Al Qur’anul karim telah mengisyaratkan bahwa
manusia senang memiliki harta benda. Keinginan untuk menghimpun kekayaan
duniawi. Ambisinya untuk memburu dunia tidak akan pernah pupus sampai maut yang
akan menghentikannya.
Dalam hadist
riwayat ‘Uqbah bin ‘Amir yang menerangkan adanya motivasi berkompetensi.
Persaingan dalam mengumpulaka harta benda pada hakikatnya adalah potensi untuk
memilikinya. Kekhawwatiran rosulullah terhadap kaum muslimin sepeninggal beliau
tidak lain adalah kekhawatiran beliau kalau sampai kaum muslimin dikuasai
motivasi kepemilikan.
Dengan
memahami semua penjelasan di atas kita dapat menghayati arti kehidupan, maka
motivasi kepemiikan duniawi tidak boleh menguasai jiwa manusia. Dengan motivasi
yang baik, maka kehidupan akan baik.
Ayat 2: (Surat
Al-Mutaffifiin ayat 22-26) tentang motivasi berkompetensi
(٢٤)
ٱلنَّعِيمِ نَضْرَةَ وُجُوهِهِمْ فِى تَعْرِفُ (٢٣) يَنظُرُونَ الْأَرَائِكِ عَلَى (٢٢) نَعِيمٍ
لَفِي الْأَبْرَارَ إِنَّ
(٢٦) ٱلْمُتَنَٰفِسُونَ فَلْيَتَنَافَسِ ذَٰلِكَ وَفِى ۚمِسْكٌ خِتَٰمُهُ (٢٥) مَّخْتُومٍ
رَّحِيقٍ مِن يُسْقَوْنَ
Terjemahan:
(22)
Sesungguhnya
orang yang berbakti itu benar-benar berada dalam (surga yang penuh) kenikmatan.
(23)
Mereka
(duduk) di atas dipan-dipan sambil melepas pandangan.
(24)
Kamu
dapat mengetahui dari wajah mereka kesenangan hidup yang penuh kenikmatan.
(25)
Mereka
diberi minum dari khamar murni (tidak memabukkan) yang (tempatnya) masih dilak
(disegel),
(26)
Laknya
adalah dari kasturi, dan untuk yang demikian itu hendaknya manusia
berlomba-lomba.
Penjelasan Tafsir:
(22) Setelah
menerangkan kitab orang-orang yang berbakti yang diberi nama ‘Illiyyin, lalu Allah menerangkan
keadaan orang yang berbakti (al-abrar) itu secara terperinci. Sesungguhnya
mereka yang membenarkan apa-apa yang dibawa oleh Muhammad SAW itu, benar-benar
berada dalam kenikmatan yang besar, yaitu surga.
“Illiyyin” (al-Mutaffifin/83:18)
Secara kebahasaan, kata “Illiyyin” adalah bentuk jamak dari ‘Illiy, yang berarti tempat yang tinggi, atau pemilik tempat yang
tinggi. Dalam konteks ayat ini, ‘Illiyin
adalah sebuah kitab yang berisi tulisan amal perbuatan baik.
(23) Mereka
duduk diatas dipan-dipan sambil memandang berbagai macam kenikmatan surga
seperti bidadari, anak-anak mereka yang mati sebelum baliq yang disediakan
dalam surga untuk berkhidmat kepada orang tuanya, aneka macam makanan dan
minuman, dan sebagainya.
(24) Dalam ayat
ini dijelaskan bahwa tanda-tanda kebahagiaan itu tampak pada wajah-wajah
mereka. Orang yang melihatnya dapat merasakan kesenangan hidup mereka yang
penuh dengan kenikmatan seperti tercantum dalam firman Allah :
(٣٩)
مُّسْتَبْشِرَةٌ ضَاحِكَةٌ (٣٨)
مُّسْفِرَةٌ يَوْمَئِذٍ وُجُوهٌ
Artinya
: Pada hari itu ada wajah-wajah yang berseri-seri, tertawa dan gembira ria.
(Abasa 38-39).
(25) Dalam ayat
ini dijelaskan bahwa orang-orang yang berbakti itu diberi minum dari khamar
murni yang bersih dari campuran dan tidak memabukkan. Khamar itu disimpan
ditempat yang tersegel sehingga terpelihara dari pencemaran.
(26) Segelnya
adalah kasturi dan untuk mencapai kenikmatan yang demikian itu, hendaklah orang
berlomba-lomba dalam rangka melaksanakan ketaatan dan ketaqwaan kepada Allah.
Barang siapa yang giat beribadah kepada-Nya, maka akan cepat pula melintasi
jembatan as-siratal-mustaqim yang
berada di atas api neraka.
Kesimpulan
1. Orang yang berbakti berada dalam surga yang penuh dengan
berbagai kenikmatan.
2. Dari wajah-wajah mereka tampak tanda-tanda kesenangan dan
kebahagiaan.
3. Mereka diberi minuman dari khamar murni yang disegel
dengan kasturi.[3]
Pada
ayat 22 sampai 24 menjelaskan tentang keadaan mereka. Allah berfirman : sesungguhnya al-Abrar itu benar-benar dalam kenikmatan yang besar
di surga; mereka duduk dengan santai diatas dipan-dipan yang diselubungi oleh
selubung halus bagaikan kelambu sambil
memandang aneka pemandangan indah kea rah manapun mereja hendak memandang. Engkau – siapa pun engkau yang sempat
melihat mereka – dapat mengetahui dari
wajah-wajah mereka kecemerlangan nikmat pertanda kesenangan dan kebahagiaan
hidup mereka. Kata (ٱلنَّعِيمِ) na’im biasa digunakan oleh al-qur’an untuk kenikmatan ukhrawi. Kata tersebut menunjuk ke surga serta
pengampunan Allah SWT. Atas dasar itu keberadaan al-abrar dalam na’im dipahami dalam arti keberadaan
mereka di surge disertai dengan pengampuan ilahi, dan kecemerlangan wajah
mereka itu adalah akibat dari keberadaan mereka disana dalam keadaan bebas dari
dosa yang mengeruhkan wajah.
Pada ayat 25
sampai 26, setelah menjelaskan keadaan dan rupaal-Abrar ayat diatas menjelaskan
salah satu dari hidangan yang disuguhkan kepada mereka, Allah berfirman: Mereka
diberi minum yakni dilayani oleh
remaja-remaja surgawi dengan hidangan antara lain minuman dari khamar surgawi yang murni yang dilak tempatnya dan tidak dibuka kecuali saat akan
diminum: laknya adalah kasturi: minuman
tersebut benar-benar merupakan puncak kelezatan minuman dan untuk meraih kenikmatan itu hendaknya berlomba para pelomba dengan
melakukan aneka ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya saw.
Kata ( رَّحِيق ) rahiq merupakan
salah satu nama dari minuman keras,
dan yang paling tinggi kualitasnya.
Kata ( خِتَٰمُهُ ) khitamuhu
dipahami oleh banyak ulama dalam arti sesuatu
yang menutupi. Botol-botol yang berisi minuman keras biasa disimpan sekian
lama bahkan ditutupi bukan dengan tanah, tetapi dengan kasturi, sehingga
kelezatannya semakin sempurna dan dengan aroma yang sangat harum. Ada juga yang
membaca kata ini dengan khatimuhu yakni
akhir dari aroma yang muncul setelah meminum-nya merupakan aroma kasturi yang sangat harum, bukan seperti
minuman keras di dunia ini.
Kata ( فَلْيَتَنَافَسِ ) fal yatanafas terambil dari kata nafis yakni sesuatu yang
sangat bernilai. Hal yang demikian, biasanya diperebutkan, diusahakan perolehannya secara sungguh-sungguh serta dinanti-nantikan.[4]
Analisis/
korelasi:
Allah SWT berfirman dalam surat Al-mutaffifiin pada ayat
22-26 menjelaskan adanya anjuran, motivasi untuk berkompetisi atau
berlomba-lomba dalam hal kebajikan. Motivasi berkompetensi merupakan salah satu
motivasi psikologis yang lumrah dimiliki oleh orang yang tinggal ditengah
masyarakat. Budaya masyarakat dan berbagai sistem nilai yang berlaku akan
membatasi beberapa hal yang dianggap baik untuk dikompetisikan. Suatu komunitas
sosial akan memacu anggotanya untuk berkompetisi dalam semua hal. Al Qur’anul
Karim sendiri telah menganjurkan kaum muslimin untuk berkompetisi atau berlomba-lomba
dalam hal peningkatan kualitas ketaqwaan, mendekatkan diri kepada Allah dengan
cara beribadah,dan beramal shalih.
Mayoritas manusia biasanya cenderung untuk melakukan
kompetisi dalam urusan materi dan dunia yang fana. Mereka lebih senang berkompetisi
untuk menumpuk harta, tanah dan perabotan rumah tangga. Kompetisi dalam bidang
ini tidk terlalu jauh berbeda dengan kompetisi mereka dalam mencari
popularitas, jabatan, kekuasaan, dan ambisi duniawi yang sejenis. Itulah
sebabnya Rasulullah SAW memperingatkan bagi kaum muslimin agar tidak
berkompetisi dalam urusan dunia. Sebab kompetisi jenisini tergolong kompetisi
tercela yang bias menimbulkan rasa iridan dengki dalam hati masing-masing
individu.
Kompetisi jenis ini juga dapat memutuskan tali persaudaraan
dan ikatan cinta kasih diantara kaum muslimin. Alasan mengapa Rasulullah SAW
memperingatkan kaum muslimin agar tidak saling bersaing dalam urusan dunia
adalah karena hal itu bias menyebabkan madharat dan bahaya. Namun Rasulullah
selalu memotivasi kaum muslimin untuk berkompetisi dalam hal taqwa kepada Allah
dan mendekatkan diri kepada-Nya dengan cara melakukan amal shalih. Dengan
demikian mereka akan sukses di alam akhirat dengan meraih ridha Allah SWT.
Motivasi
merupakan keadaan dalam diri individu atau organisme yang mendorong perilaku
kearah tujuan. Pada intinya manfaat motivasi dapat di simpulkan bahwa
motivasi sebagai penggerak kegiatan, motivasi sebagai pendorong perbuatan,
motivasi sebagai pengarah perbuatan dan motivasi sebagai penyeleksi perbuatan.
Jadi keadaan
surga yang telah dijelaskan dalam surat Al mutaffifiin diatas menjadi motivasi
umat muslim untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang dicontohkan oleh
Rasulullah SAW. Dengan demikian motivasi tersebut akan menjadi motivasi yang
baik bagi kehidupan karena perbuatan yang di timbulkan dari motivasi tersebut
adalah termasuk perbuatan yang baik.
Ayat 3: (Surat Al-A’raf ayat 172)
tentang motivasi baragama
وَإِذْ أَخَذَ
رَبُّكَ مِنْ بَنِي آدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى
أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى شَهِدْنَا أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ
الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ
Terjemah:
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak
Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka
(seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab:
"Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang
demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya
kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).
Penjelesan
tafsir:
tulang rusuk ظهورهم :
mengambil kesaksian : اشهدهم
Dalam ayat ini Allah menerangkan tentang janji yang dibuat pada
waktu manusia dilahirkan dari rahim orang tua (ibu) mereka, secara turun
temurun, yakni Allah menciptakan manusia atas dasar fitrah. Allah menyuruh roh
mereka untuk menyaksikan susunan kejadian diri mereka yang membuktikan
keesaan-Nya, keajaiban proses penciptaan dari setetes air mani hinggga menjadi
manusia bertubuh sempurna, dan mempunyai daya tanggap indra, dengan urat nadi
dan sistem urat syaraf yang mengagumkan, dan sebagainya. Berkata Allah pada roh
manusia “Bukankah aku ini Tuhanmu?” maka menjawablah roh manusia, “Benar
(Engkaulah Tuhan kami), kami telah menyaksikan.” Jawaban ini merupakan
pengakuan roh pribadi manusia sejak awal kejadiannya akan adanya Allah Yang
Maha Esa, yang tiada Tuhan lain yang patut disembah kecuali Dia.[5]
Dengan ayat ini Allah bermaksud menjelaskan kepada manusia, bahwa
hakikat kejadian manusia itu didasari atas kepercayaan kepada Allah Yang Maha
Esa. Sejak manusia itu dilahirkan dari rahim orang tua mereka, ia sudah
menyaksikan tanda-tanda keesaan Allah pada kejadian mereka sendiri, Allah
berfirman pada ayat lain :
فَأَقِمْ وَجْهَكَ
لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لا
تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ
النَّاسِ لا يَعْلَمُونَ
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus
kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan
manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah)
agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (Ar-Rum : 30) ”
Penolakan terhadap ajaran Tauhid yang dibawa Nabi itu sebenarnya
perbuatan yang berlawanan dengan fitrah manusia dan dengan suara hati nurani
mereka. Karena itu tidaklah benar manusia pada hari kiamat nanti mengajukan
alasan bahwa mereka alpa, tak pernah diingatkan untuk meng-Esakan Allah. Fitrah
mereka sendiri dan ajaran Nabi-Nabi senantiasa mengingatkan mereka untuk
meng-Esakan Allah dan menaati seruan Rasul serta menjauhkan diri dari syirik.
Analisis/korelasi:
Dalam ayat ini Allah menerangkan bahwa fitrah manusia itu menerima
ajaran Allah dan ini sudah mereka ikrarkan dalam diri mereka. Dan kata yang
menegaskan bahwa manusia telah diambil ikrar atau sumpahnya tentang keesaan
Tuhan adalah kata Asyhadahum, yang artinya menjadikan seseorang bersaksi
atau bersumpah.
Manusia diciptakan Allah dimuka bumi ini tidak lain hanya untuk
menyembah dan patuh kepada-Nya. Dan dalam hal ini Allah menyuruh roh manusia
untuk menyaksikan susunan kejadian diri mereka yang membuktikan keesaan-Nya,
keajaiban proses penciptaan yang dari setetes air mani hingga menjadi manusia
yang bertubuh sempurna.
Motivasi adalah dorongan untuk melakukan sesuatu perbuatan sesuai
tujuan. Dalam ayat ini juga dijelaskan bahwa Allah telah membuat perjanjian
dengan kita saat sebelum lahir, bahwa manusia telah menyaksikan keesaan Allah.
Sehingga manusia dalam kehidupannya termotivasi untuk melakukan
perbuatan-perbuatan baik, sehingga kelak pada hari kiamat dapat dipertanggung
jawabkan dengan baik.
Dalam sebuah Hadits dijelaskan yang artinya seperti berikut : “
Sesungguhnya Tuhanku memerintahkan diriku untuk mengajari sesuatu yang belum
kalian ketahui, yaitu sesuatu yang telah Dia ajarkan kepadaku pada hari ini.
(pelajaran yang di maksud adalah firman Allah): Setiap harta yang aku (Allah)
berikan kepada seorang hamba adalah halal. Sesungguhnya aku telah menciptakan
semua hamba-Ku (berada di atas keyakinan) yang lurus. Sebenarnya mereka telah
di datangi syaithan. Syaithan itulah yang membuat keyakinan agama mereka
menjadi pudar. Syaithan mengharamkan pada orang – orang sesuatu yang Aku
halalkan. Syaithan juga menyuruh mereka untuk menyekutukan Aku dengan benda –
benda yang tidak Aku beri kemampuan apapun...”[6]
2.2. Ayat
tentang menghayati arti kehidupan
Ayat:
(Al mu’min (40:39)
يَا قَوْمِ إِنَّمَا هَذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا
مَتَاعٌ وَإِنَّ الآخِرَةَ هِيَ دَارُ الْقَرَارِ (٣٩)
Terjemah:
39. Hai kaumku ,sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negri yang kekal.
39. Hai kaumku ,sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negri yang kekal.
Penjelasan
Tafsir:
Pada
ayat ini di terangkan bahwa orang yang beriman kepada musa berkata pada
kaumnya, “wahai kaumku, kehidupan dunia ini adalah kehidupan yang fan, dimana
kesenangan serta kebahagiaan yang diperoleh didaamnya adalah kesenangan dan
kebahagiaan yang tidak sempurna serta tidak kekal. Adapun kehidupan akhirat
adalah kehidupan yang kekal, kesenangan dan kebahagiaan yang di peroleh adalah
kesenangan dan kebahagiaan yang sempurna. Oleh karena itu, janganlah
sekali-kali kamu mengingkari Allah dalam kehidupan dunia ini agar kamu
terhindar dari siksaNya di akhirat nanti.[7]
Sifat
kehidupan dunia hanyalah sementara. Kehidupan dunia sebagai kesenangan (mata’),
dalam terjemahan dapat diartikan sebagai kesenangan sementara. Selain itu
kehidupan dunia tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan. Ayat ini
membicarakan tentang kematian yang pasti dirasakan oleh setiap jiwa dan nanti
pada hari kiamat semua pahala akan disempurnakan.
Untuk
menuju hidup akhirat, Allah sudah menentukan bahwa manusia harus melewati
rangkaian kehidupan dunia dengan berbagai kegiatan, ibadah dan sebagainya guna
mempersiapkan bekal hidup sesudah ini. Dunia sebagai tempat manusia hidup
sebelum mati. Dapat juga diartikan sebagai kehidupan sekarang yang sangat
rendah, hina, tidak abadi. Dunia sering dikaitkan dengan kehidupan yang
mengindikasikan bahwa dunia bagi manusia adalah tempat berkarya dan
beraktifitas. Kehidupan artinya usaha manusia didunia sebagai penentu nasib
ketika meninggalkan dunia fana ini.
Kehidupan
di dunia juga bisa dikatakan sebagai permainan bahwa kehidupan yang
sesungguhnya adalah negri akhirat. Dengan kata lain kehidupan ini dikatakan
permainan karena singkat waktunya dan cepat hilang kenikmatannya. Segala macam
bentuk kehidupan merupakan kesenangan nisbih. Kesenangan hidup dan perhiasan
dunia merupakan anugerah Allah yang semuanya nanti akan sirna sebaliknya
kesenangan yang disediakan bagi hamba yang saleh di akhirat itulah kesenangan
yang abadi. Maka dari itu kita harus bisa memaknai arti hidup.
Dan
ingatlah bahwa orang yang beruntung adalah yang merasakn kesenangan yang
sesungguhnya yaitu berada dalam surga. Sebaliknya siapa yang larut dalam
kesenangan dunia tanpa memperdulikan aturan Allah (agama) maka kesenangan yang
diperoleh itu hanya nisbih.kehidupan dunia yang enak kita rasakan seperti enak
makan, minum, hubungan seksual, bahkan kemegahan, popularitas, jabatan itu
tidak lain seperti kesenangan penjual yang menipu. Inilah orang yang
mengutamakan dunia dari akhirat. Untuk (merendahkan) mengecilkan dunia sebab
dunia itu akan fana. Tetapi orang masih mementingkan kehidupan dunia dari akhirat
padahal akhirat lebih baik dan lebih kekal, dalam suatu hadist pernah terungkap
bahwa dunia dibandingkan akhirat bagaikan seseorang mencelupkan jari kelaut
lalu diangkat dan diperhatikan berapa air yang menetes lagi kelaut. Mengartikan
kesenangan dan kesenangan yang melalaikan. Maka manaatkan kesenangan itu demi
taat kepada Allah.
Dunia
adalah kampung yang fana dari itu bersenang-senang di dunia tanpa peduli hari
akhirat itulah orang pandai lagi tertipu.kesenangan di dunia tidak ada yang
abadi maka dari itu manusia diperingatkan agar berhati-hati dalam menikmatinya,
jangan sampai lupa mengingat Allah. Kesenangan dalam beribadahpun belum
seberapa bila dihadapkan balasan di akhirat.
Analisis
/ Kolerasi
Menurut
tinjauan secara ilmu psikologi agama Allah telah memberikan rahmat dan
hikmah-Nya kepada manusia dengan segala bentuk kemampuan yang dimilikinya untuk
menyelesaikan pertentangan tersebut dan melewati ujian terberat ini.
Perwujudannya berbentuk akal yang berfungsi sebagai pembeda yang baik dan yang
buruk.
Bagi
siapa menganggap kehidupan dunia adalah sangat substansi (tidak bersifat
permainan dan seterusnya) dan juga bagi siapa yang berfikir dan merasakan bahwa
di dunia ini tidak ada kelangenggan dan ada kesudahan. Pada dasarnya begitulah
realita kehidupan dunia yang senantiasa sering membuat lalai kepada Allah.
Ketika
manusia lebih memilih kesenangan duniawi, mengikuti hawa nafsu serta melupakan
Tuhannya dan hari kiamat. Nanti di akhirat mereka termasuk orang yang merugi
sedangkan bagi yang bertaqwa akhirat itu lebih baik dari kehidupan dunia.
Hidup
itu memiliki makna (arti) dalam setiap situasi, bahkan dalam penderitaan dan
kepedihan sekalipun. Makna adalah sesuatu yang dirasakan penting, benar,
berharga dan didambakan serta memberikan nilai khusus bagi seseorang dan layak
dijadikan tujuan hidup.
Setiap manusia memiliki kebebasan yang
hampir tidak terbatas untuk
menentukan sendiri makna hidupnya. Dari sini kita dapat memilih makna atas
setiap peristiwa yang terjadi dalam diri kita, apakah itu makna positif atupun
makna yang negatif. Makna positif ini lah yang dimaksud dengan hidup bermakna untuk menuju kebahagian diakhirat
kelak.[8]
[3] Alqur’an dan tafsirnya Juz 28-30 Jilid 10, widia cahaya, hal
593-595
[4] Tafsir Al-Misbah, M. Quraish Shihab, Penerbit Lentera Hati, hal :
129-131
[5] Muhammad ‘Utsman Najati, Al-Qur’an wa ‘Ilmu-Nafs, op. Cit., hal.
47-49.
[6] Hadits oleh Muslim (Asy – Syaibani, vol. IV, hal. 32).
[8]
kementrian agama RI .Alqur’an dan tafsirnya juz 22-24.(jakarta:widia
cahaya)hal 324
0 komentar:
Posting Komentar