RSS
Welcome to my blog, hope you enjoy reading :)
English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Sabtu, 28 Desember 2013

Cariosan Prabu Siliwangi


Cariosan Prabu Siliwangi

Dikisahkan Prabu Anggalarang raja Pajajaran mempunyai tiga orang putra, yakni Parbamenak bergelar Rajaputra, ia putra dari pernikahan dengan Astunalarang. Kedua Pamanahrasa bergelar Rajasunu, ketiga Rangga Pupuk, keduanya putra dari permaisuri Umadewi.

Parbamenak mendapat didikan dari Banyaksumba, kakak ibunya, sedangkan Pamanahrasa memiliki para pengasuh yang sekaligus mendidik budi pekerti dan ilmu kenegaraan, seperti Lampung Jambu atau katelah Nulawas, Kidang Pananjung nu katelah Parwakali (Purwagalih), dan Gelap Nyawang yang terkenal dengan manteranya Dadali Putih. Ketiga para pendampingnya tersebut telah menjadi pengasuh sejak masa kakeknya, sama seperti Pandawa mempunyai pawongan Lurah Semar Badranaya, Cepot, Dawala dan Nalagareng.

Pada masa itu Parbamenak dikisahkan telah berusia 15 tahun sedangkan Pamanahrasa berusia sembilan tahun. Parbamenak merasa iri atas pengangkatan Pamanahrasa sebagai putra mahkota, sehingga terpikir untuk melenyapkannya. Parbamenak menceritakan niatnya kepada Banyaksumba, Dan disetujuinya.

Parbamenak berniat membunuh Pamanahrasa di Leuwi Sipatahunan, dengan berpura-pura memberikan ujian yang lajim dilakukan seorang calon raja. Lantas ia pun memerintahkan punakawannya, Tandhesang, untuk mengundang Pamanahrasa ke Leuwi Sipatahunan. Disana Pamanahrasa akan diberikan beberapa ujian yang mungkin tidak dapat ia lakukan. Dengan cara itu Parbamenak bertujuan membunuh Pamanahrasa.

Setelah beberapa kali diundang Pamanahrasa tiba di sendirian di Sipatahunan, karena ibundanya hamil tua dan sedang sakit maka Pamanahrasa tanpa disertai para pengasuhnya.

Parbamenak memberikan ujian pertama agar Pamanahrasa menyebrangi sungai yang dihuni tiga ekor buaya putih. Pamanahrasa dengan sangat cerdiknya menyelesaikan ujian dengan baik, bahkan ketiga ekor buaya saling membunuh dan mati dengan sendirinya.

Parbamenak tidak merasa senang dengan selamatnya Pamanahrasa, ia pun memberikan ujian lanjutan. Pamanahrasa diharuskan memanjat tumbuhan merambat (areuy) Sanghiyang Keukeumbingan, dengan menggunakan kedua tangannya. Parbamenak lagi-lagi harus menelan kecewa, karena Pamanahrasa mampu melakukan ujian itu dengan baik.

Parbamenak menemukan akal baru agar dapat menyingkirkan Pamanahrasa dari lingkungan keraton. Kebetulan di atas Sanghyang Keukeumbingan ada tempat pemujaan yang harus dihormati semua orang. Keberhasilan Pamanahrasa mencapai puncak Sanghyang Keukeumbingan difitnahkan “merusak tempat pemujaan dan tidak menghormatinya”, sehingga harus dihukum. Pamanahrasa sangat menghormati tradisi dan leluhurnya, oleh karenanya ia sangat merasa bersalah dan meminta maaf.

Ketaatan Pamanahrasa digunakan Parbamenak sebagai celah penting untuk menyingkirkannya. Pamanahrasa diberi dua pilihan, menerima hukuman dengan cara dibunuh atau dijual dan tidak boleh kembali ke Pajajaran. Pamanahrasa memilih menjalani hukumannya dengan cara dijual, ia ikhlas harus berpisah dengan kedua orang tuanya, tanpa sepengetahuan mereka.

Pertama-tama Pamanahrasa dilumuri jelaga dan getah oleh kedua Punakawan Parbamenak (Tandhesang dan Papagrahang), dengan alasan agar tidak dikenali identitasnya. Parbamenak diam-diam memerintahkan kedua punakawannya untuk membunuh Pamanahrasa. Berkat kesaktiannya ia tidak dapat dibunuh, sehingga kedua Punakawan tersebut kehilangan akal dan menjual Pamanahrasa di pelabuhan. Menurut cerita ini, nama Siliwangi bagi Pamanahrasa untuk pertama kalinya digunakan sesuai dengan pesan kedua punakawan Parbamenak, agar menyelimuti identitasnya.

Hilangnya Pamanahrasa menjadi geunjleung sakanagara. Parbamenak dan Banyaksumba pura-pura tidak mengetahui. Untuk mengelabui sang raja mereka pura-pura ikut mencari. Demikian pula para pengasuh setia Pamanahrasa, mereka sibuk mencari junjungannya yang hilang tanpa jejak. Raja Anggalarang berduka, ia memerintahkan 15 ksatrian dan para bupati untuk Sang Prabu Anom. Pada kesempatan itu pula pengasuhnya berjanji : “akan mencari sampai kemanapun, tidak akan pulang sebelum menemukan Pamanahrasa”. Tunda !!!

-o0o-

Kita tunda tentang seisi negara yang kehilangan junjunannya, tersebutlan di daerah Sindangkasih, ada seorang penguasa daerah yang dikenal dengan nama Ki Gedeng Sindangkasih. Ia mempunyai putra bernama Wirataji dan seorang putri bernama Dewi Ambetkasih. Ki Gede Sindangkasih masih saudara sekandung Prabu Wangi, nu ajeg di Sumedang larang. Begitulah kisah ini di dalam Pantun.

Konon menurut Ki Juru Pantun, Dewi Ambetkasih bermimpi kedatangan seorang pemuda yang gagah dan tampan. Pemuda itu ditemani seorang pelayannya, anak kecil yang buruk rupa. Pemuda didalam mimpinya bersedia dijadikan adiknya jika Ambetkasih bersedia memelihara anak kecil itu. Impiannya seakan-akan nyata, sehingga berharap akan menjadi kenyataan.

Pada suatu hari Ambetkasih mendengar berita, di pelabuhan Cirebon ada seorang juragan perahu yang tidak memiliki biaya untuk memperbaiki perahunya, sehingga terpaksa harus menjual budaknya. Setelah diselidiki ternyata budak itu sama dengan anak kecil hitam buruk rupa yang ada didalam mimpinya. Lantas Ambetkasih meminta orang tuanya untuk membeli anak tersebut. Dan membawanya ke Istana. Sejak saat itu budak hitam yang bernama Siliwangi tinggal di istana Sindangkasih. Hanya saja sejak Siliwangi tinggal di istana, taman-taman sering rusak, sehingga di budak hitam dianggap biang malapetaka.

Pada saat yang bersamaan para pengasuh Pamanahrasa sudah lima tahun melakukan pencarian, mereka tidak berani pulang. Ketiga pengasuhnya itu diberi petunjuk oleh Mahamuni Dungusbitung dan di sarankan agar turun dari Meru Kidul menuju Riwahan. Konon disanalah jejak Pamanahrasa akan ditemukan.

Ketiga pengasuh Pamanahrasa tibalah di kampung Kategang dengan mengaku sebagai punakawan Raja Bali. Mereka menjadi tamu sang Akuwu Kawanda, sudah lebih setengah tahun tinggal di sana. Konon menurut Juru Pantun mereka sangat dicintai warga kampung, karena keahliannya menanam apa saja sehingga kampung Katenggang menjadi daerah yang sangat subur.

Suatu hari sang Kuwu membawa hasil tatanennya ke Ki Gedhe Sindangkasih. Nyi Gedhe merasa senang melihat hasil kebunnya yang subur. Nyi Akuwu menjelaskan tentang adanya tiga orang tamu yang akhli merawat dan menanam segala tumbuh-tumbuhan. Lantas Nyi Gedhe memohon agar ketiga orang itu mau membantu memperbaiki tanamannya yang rusak.

Ketika para pengasuh ada di lingkungan rumah Ki Gedhe, mereka melihat pelayan Ki Gedhe disibukan mengusir seorang budak kecil hitam. Mereka mengenali budak hitam lecil itu junjunannya. Pelayan tersebut mereka sirep, setelah tak sadarkan diri para pengasuh itu serempak bersujud di kaki Siliwangi menghaturkan sembah.

Keesokan hari dipagi yang cerah, para pengasuh dan Siliwangi melihat tanaman yang sudah mulai tumbuh. Kebetulan bertemu dengan Dewi Ambetkasih yang sedang melihat-lihat tanamannya. Dewi Ambetkasih dengan serta merta mengusir budak hitam kecil itu, ia takut jika tanamannya yang telah subur ini dirusak kembali oleh budak kecil hitam, namun para pengasuh Siliwangi menyarankan, agar Amberkasi mengusirnya dengan cara menyiramkan air ke tubuh budak kecil hitam itu, karena biasanya anak kudisan sangat takut disiram air. Padahal dibalik semua ini, para pengasuh Siliwangi bertujuan, dengan disiramkannya air ke tubuh anak kecil itu maka akan menjadi bersih dan terungkap siapa jatidir budak kecil hitam itu.

Alangkah terkejutnya setelah budak hitam kecil itu disiram air. Ia leungit tanpa lebih ilang tanpa karana, jleg kembali menjadi seorang pemuda yang tampan. Ambet kasih termenung sejenak. Tanpa diperintah ia lantas memeluk tubuh pemuda itu. Iapun mendesak agar Siliwangi mau dijadikan adiknya. Mula-mula Siliwangi menolaknya, namun atas anjuran para pengasuh dan Ki Gedhe Sindangkasih akhirnya Siliwangi mau menerima untuk diaku adik. Konon kabar keduanya berhias bagai raja dan putri, sehingga keduanya nampak seperti Kamajaya dan Dewi Ratih. Tunda !!!

-o0o-

Dalam kisah selanjutnya, diceritakan Prabu Wangi di Sumedanglarang mempunyai tiga saudara, yakni Ki Gedhe Sindangkasih, Prabu Singapura dan Mangkubumi. Keempat bersaudara ini masing-masing mempunyai sepasang putra-putri. Prabu Wangi mempunyai seorang putra Prabu Anom dan putri bernama Cepuk Agung. Ki Gedhe Sindangkasih mempunyai putra bernama Wirataji dan putri bernama Ambetkasih. Prabu Singapura mempunyai putra bernama Tajimalela dan putri bernama Ratna Larang tapa, sedangkan Mangkubumi mempunyai putra bernama Ki Gedeng Tapa dan putri bernama Subang larang.

Konon sebagaimana tradisi sunda buhun, para putra dari ketiga negara tersebut, yakni Prabu Anom (Sumedang larang), Wirataji (Sindangkasih), Tajimalela (Singapura) pergi bertapa ke ujung kulon untuk menyempurnakan diri mereka.

Menurut Ki Juru Pantun, Prabu Singapura memiliki putri yang cantik jelita, bernama Ratna Larangtapa, didalam babad dikenal dengan sebutan Mraja larangtapa. Karena kecantikannya, ia dilamar delapan belas raja domas.

Banyaknya lamaran menyebabkan Prabu Singapura merasakan kebingungan yang tak terhingga, ia menyurati kakaknya, yakni Ki Gedhe Sindangkasih untuk membantu menyelesaikan masalahnya. Ki Gedhe kemudian mengutus Ambetkasih untuk membantu Prabu Singapura. Ambetkasih mengajak Siliwangi untuk menemaninya. Semula ajakan itu ditolak, namun Ambetkasih berjanji akan memperlakukan Siliwangi sebagai adiknya, dan Siliwangi menyetujui syarat itu.

Ditempat lain Adipati Anom meminta petunjuk untuk pergi ke Singapura bersama Cepuk Agung, adiknya. Berdasarkan petunjuk Adipati Anom harus menyabung ayamnya dengan ayam Angkatranjang tanpa taruhan di Darmawangi. Setelah dicari nama ayam Angkatranjang kemudian diketahui ayam itu milik Siliwangi.

Ketika terjadi sabung ayam, tiba-tiba Angkatranjang meninggalkan gelanggang dan lari kedalam hutan. Siliwangi sangat sedih melihat ayamnya lari. Karena Angkatranjang diturunkan dewata tepat pada hari kelahiran Ambetkasih. Melihat kesedihan Siliwangi, Adipati Anom menanyakan asal usulnya. Kemudian Siliwangi menceritakan jati dirinya dan kisah perjalanannya hingga ada di daerah sabung ayam Darmawangi.

Siliwangi bertekad tidak akan kembali ke Sindangkasih jika Angkatranjang belum ditemukan. Sementara itu Adipati Anom pergi kembali ke Sumedang larang untuk meminta ijin ayahnya agar diijinkan pergi dengan Cepuk Agung, adiknya ke Singapura, namun Prabu Wangi tidak mengijinkan sebelum ada berita dari Ambetkasih. Tak lama kemudian utusan Ambetkasih tiba dan memberitahukan bahwa ia belum dapat pergi ke Singapura karena menunggu adiknya yang akan serta ke Singapura. Oleh karena itu Adipati Anom dengan Cepuk Agung berangkat terlebih dahulu ke Singapura.

Kisah pencarian Angkatranjang oleh Siliwangi dan para pengasuhnya sudah sampai di puncak Gunung Meru. Pada saat hampir mendekati puncak gunung mereka mendengar kokok ayam, yang semula dikira Angkatranjang. Namun ketika hampir tiba di puncak Meru mereka bertemu dengan pendeta Susuk Amuk Bagawan Sang Jalajala, yang telah mengetahui akan kedatangan Siliwangi, ia teringat pesan gurunya, Muniwara Panjangrahang atau Mahawiku Panjang rahang. Konon menurut Sang Mahawiku pada suatu hari Selasa Kliwon, ia akan berjumpa dengan penjelmaan dirinya. Dan inilah orangnya.

Siliwangi menanyakan ayamnya yang hilang. Hal ini dijawab oleh sang Begawan tentang makna hilangnya Angkatranjang, agar Siliwangi harus lebih waspada dalam menghadapi kesulitan-kesulitan yang akan terjadi dalam waktu dekat, yakni menghadapi Raja Amuk Murugul yang sakti Mandraguna.

Kemudian Siliwangi menengok kebun Panglokatan. Ia menemukan pohon manggis, wuni dan ikan tambra yang bermata merah berkilau emas, disertai ikan-ikan kecil lainya yang mengiringi ikan tambra. Kemudian ia menanyakan makna dari penglihatannya.

Sang Begawan menjelaskan bahwa pohon manggis itu melambangkan gadis yang dicintai Siliwangi. Buah wuni yang dikerumuni semat melambangkan kebahagiaan Siliwangi yang akan di alami bersama si Gadis, sedangkan ikan tambra adalah lambang Amuk Murugul yang akan dihadapi Siliwangi, maka ia harus waspada dan berhati-hati, namun dari seluruh peristiwa nanti melambangkan bahwa Siliwangi akan disayangi semua orang kecuali Parbamenak.

Setelah selesai di papagonan Sang Begawan menyerahkan Angkatranjang kepada Siliwangi untuk di bawa serta. Sang Bagawan menyerahkan pula sebuah kantung berisi bokor emas tanpa tutup dan sebelah subang indah bermata biru, dan Siliwangi dengan senang hati memberikan pemberian tersebut. Konon pemberiannya ini akan bermanfaat bagi kehidupan Siliwangi.

Sebelum pulang Siliwangi memeluk erat Sang Begawan. Pada saat itu pula kesaktian Sang Panjangrahang yang ada didalam tubuh Sang Bagawan Muniwara Sang Jalajala beralih ketubuh Siliwangi. Sang begawan memberitahukan pula, bahwa nanti diperjalanan ia akan bertemu dengan raksasa kerdil yang bernama Anjawong. Raksasa itu di kutuk Sang Panjangrahang, Siliwangi harus menolong dan menyembuhkannya.

Pesan Sang begawan tersebut memang terbukti, Anjawong tiba-tiba menghadang jalan Siliwangi, kemudian Siliwangi menyembuhkannya. Berkat bantuan Siliwangi Anjawong kembali normal, Sang Anjawong kemudian berjanji, jika dikemudian hari Siliwangi menemukan kesusahan maka ia boleh mengetukan tangannya, maka ia akan hadir dan membantu Siliwangi. Tunda !!!

-o0o-

Di Sindangkasih Dewi Ambetkasih sedang menunggu Siliwangi dengan rasa rindu, namun Siliwangi tak kunjung tiba.

Pada suatu malam Siliwangi sampailah di Sindangkasih, namun ia tidak langsung menemui Ambetkasih, malahan bersembunyi untuk menguji kesetiaan Ambetkasih. Kemudian ia menirukan suara burung hantu, agar Ambetkasih mengira Siliwangi telah mati. Ambetkasih mengetahui bahwa bunyi burung itu adalah Siliwangi, ia pun tidak memberikan reaksi apa-apa.

Disiang hari timbul keisengan Ambetkasih, berpura-pura di patuk ular sehingga menyebabkan kegemparan di keraton Sindangkasih. Mendengar teriakan orang-orang dari dalam rumah, secara spontan Siliwangi berlari kedalam rumah, namun kakinya terantuk kayu, hingga ia harus terjatuh tepat dipelukan Ambetkasih. Peristiwa ini pun diketahui Ki Gedhe Sindangkasih, lantas merekapun berpelukan semua.

Keesokan harinya Ki Gedhe mempersiapkan perahu Sipekanglayang, untuk digunakan Siliwangi dan Ambetkasih ke Singapura. Ki Gedhe pun berpesan agar Siliwangi melindungi Ambetkasih. Tunda !!!

-o0o-

Raja-raja domas para pelamar Mrajangtapa, putri raja Singapura saat ini telah berjumlah 18 negara disamping saudara perempuan dari raja-raja tersebut yang berjumlah 150 orang. Mereka berkemah disekitaran keraton Singapura dan bertekad untuk tidak kembali kenegara masing-masing sebelum ada kejelasan tentang lamarannya.

Tekad para raja dan keluarganya tersebut tentu membuat bingung raja Singapura. Ia pun berembuk dengan Patih Mangkubumi untuk mencarikan jalan keluarnya. Pada akhirnya disepakati untuk segera meminta bantuan kakaknya, yakni Ki Gedhe Sindangkasih.

Ki Gedhe Sindangkasih mengutus Ambetkasih, putrinya. Kemudian Ambetkasih meminta agar Siliwangi mau mendampinginya. Mereka terlambat tiba, karena semua tamu sudah datang terlebih dahulu. Siliwangi dengan Ambetkasih menjadi pusat perhatian para tamu, karena kecantikan dan ketampanannya, sehingga Amuk Murugul tidak tahan untuk menggoda Ambetkasih, namun dicegah oleh Nulawas, dengan cara merubah wujudnya menjadi babi galak dan mengganggu Amuk Murugul.

Mrajalarangtapa menyambut gembira kedatangan Ambetkasih di Singapura, Ia pun menyampaikan rasa gembira karena Ambetkasih telah memiliki adik. Sekalipun demikian, Mrajalarangtapa juga seara diam-diam menaruh hati terhadap Siliwangi.

Perundingan pun segera dilakukan pada pagi hari oleh raja Singapura, dengan menggunakan Adipati Anom dan Siliwangi. Bertujuan agar tidak timbul kekacauan dari para pelamar itu. Pada akhirnya Siliwangi mengusulkan agar dilakukan pertandingan satu lawan satu, siapa yang dapat memenangkan pertandingan maka berhak untuk menikahi Mrajalarangtapa.

Keesokan hari pertandingan dimulai. Siliwangi datang kelokasi dengan menenteng Angkatranjang. Amukmurugul terpancing untuk mengadu ayam jagoannya dengan Angkatranjang. Ayam jago yang diandalkan sengaja diberi nama Siricawa. Siliwangi menyetujui dengan syarat harus menggunakan taruhan, dan Amukmurugul menyetujuinya.

Ditempat lain Mrajalarangtapa mengkhawatirkan jagoan Siliwangi kalah. Hal ini disampaikan pula oleh adik Amuk Murugul, yakni Dewi Kentrimanik Maha Sunda Sakeyan Sekar Seruni kepada Ambetkasih. Mrajang tapa larang, kemudian mengirimkan pesan kepada Siliwangi untuk membatalkan sabung ayam tersebut, tapi Siliwangi bersikukuh, bahwa ia tidak bisa membatalkan janjinya yang telah diucapakan. Mrajalarangtapa sangat marah terhadap penolakan ini, ia pun mengirimkan tutup cupu dan giwang hanya sebelah, dan berpesan : “agar barang tersebut dilengkapi sebelum dilakukan sabung ayam”. Siliwangi teringat pesan dan pemberian Panjangrahang melalui Sang Jalajala. Kemudian mengambil barang tersebut, ternyata tutup cupu dan gilang sebelah cocok berpasang-pasangan dengan pemberian Mrajang larangtapa. Ia pun tersenyum penuh arti.

Pada saat sabung ayam akan dimulai Angkatranjang lari ke luar arena. Siliwangi mengejar Angkatranjang sampai ketempat para tamu duduk. Mereka sangat terpesona melihat ketampanan Siliwangi. Setelah angkatranjang tertangkap dan diperiksa, ternyata Siliwangi salah memasang taji Angkatranjang, namun Siliwangi harus memenuhi janjinya membayar taruhannya. Dikarenakan Siliwangi tidak mempunyai uang maka pembayarannya dilakukan oleh Ambetkasih, Mrajalarangtapa dan Kentrimanik.

Sabung ayam kembali dilakukan, hanya delapan ronde ayam Si Siciwara rusak dan patah-patah. Penonton menyambut kemenangan Siliwangi, namun Amuk Murugul merasa tidak senang ayamnya rusak, ia pun menuntut rugi Siliwangi. Permintaan tersebut disetujui Siliwangi, ia memerintahkan para pengasuhnya untuk membereskan pembayarannya.

Gelap Nyawang diam-diam menyusup kepesanggrahan Amuk Murugul, ia mencuri hasil taruhan Amuk Murugul yang ada di dalam guci dan menyerahkan kepada Siliwangi. Kemudian dibayarkan kepada Amuk Murugul. Ketika Amuk Murugul hendak menyimpan uang hasil taruhannya kedalam guci, ia baru menyadari bahwa uang bayarannya tadi berasal dari uangnya sendiri, sontak terdengar sumpah serapah Amuk Murugul dari pesanggrahannya.

Pertandingan dihentikan setelah matahari condong kearah barat, para peserta sayembara pulang kepasanggrahan masing-masing, namun para putri tak henti-hentinya menceritakan ketampanan Siliwangi. Tunda !!!

-o0o-

Matahari bertengger di angkasa, pertanda pagi telah tiba. Sayup-sayup dari masing-masing pesanggrahan terdengar persiapan para peserta, tak lama kemudian mereka berkumpul dipanggung lapangan, untuk menyaksikan pertandingan Ratu Ponggang Romangiyang Mrajapanji yang terkenal dengan senjata gadanya melawan Amuk Murugul. Untuk memimpin jalannya pertandingan Prabu Singapura menyerahkan kepada Siliwangi untuk bertindak atas namanya. Maka raja memerintahkan Brajalengser dan 80 Mantri Anom untuk menjemput Siliwangi di pesanggrahannya. Siliwangi tiba dengan menunggangi Jaka Kalangan, seekor kuda hitam milik Mrajalarangtapa, nampak pula seekor gajah dan kerbau mengiringinya, sedangkan Nulawas dan Caraktuwa mengendarai sepasang kerbau kembar, Juluparadhu dan Kalang Ambek.

Siliwangi melalui Ambetkasih menyerahkan sekapur sirih kepada Mrajalarangtapa untuk dilembarkan ketengah-tengah kerumunan para raja domas. Konon siapa yang dapat menguasai sirih itu maka ia berhak memperistri Mrajalarangtapa. Sedangkan posisi Siliwangi berada di belakang Prabu Anom sebagai wasit.

Mrajalarangtapa mengumumkan, bahwa : “siapa yang mendapatkan sekapur sirih ini maka berhak mengawini aku”. Terdengar Amuk Murugul mulai menantang para raja domas, Ia berteriak-teriak : “ siapa yang sudah bosan hidup maju lawan aku”. Mrajalarangtapa melemparkan sirih itu kepangkuan Siliwangi, namun Siliwangi tidak berniat menjadi peserta karena ia bertindak sebagai wasit. Sirih itu ia lemparkan kembali ketengah kerumunan para peserta. Amuk Murugul menyeruak masuk kerumunan, ia mendapatkan sirih itu dan menyembunyikannya di dalam mulutnya (diheumheum). Ketika seorang raja hendak merebutnya, ia tepiskan hingga berdarah-darah. Amuk Murugul mengira itu darahnya, ia pun mengamuk sejadi jadinya.

Ketika acara itu sudah dimulai, Ratu Ponggang Wirapanji, raja dari Gunung Gonggang sedang asyik bersemedi. Ratu Ponggang di kenal tampan dan cakap menata pemerintahan. Karena terdengar hiruk pikuk maka ia keluar dan menunggangi gajahnya masuk kelapangan pertandingan. Ia mengayun-ayunkan gada dan berhasil memukul kepala Amuk Murugul dua kali. kemudian mengikatkan dan menyerahkan kepada Siliwangi.

Sebagai wasit, Siliwangi menolak kemenangan Ratu Ponggang, karena tidak pantas mengalahkan musuh yang sudah lemah. Akhirnya Amuk Murugul dilepaskan kembali, dan pertandingan disepakati untuk dilakukan dengan cara satu lawan satu.

Giliran pertama kali Amuk Murugul maju berhadapan dengan raja Ponggang, mereka melakukan pertandingan dengan seru, terdengar riuh rendah penonton bersorak sorai. Dari kejauhan nampak Mrajalarangtapa bersedih hati, ia tidak menyenangi kedua peserta yang sedang bertanding dan mencemaskan dirinya. Sesungguhnya Mrajalarangtapa menginginkan Siliwangi, tapi Siliwangi tidak menghiraukannya.

Raja Ponggang kalah telak, ia dirantai Amuk Murugul dan dibawa menghadap Siliwangi. Raja Ponggang berjanji, jika Siliwangi mampu memulihkannya maka ia akan mengabdi kepada Siliwangi.

Amuk Murugul berteriak kegirangan, ia memenangkan sayembara dan berhak membawa seluruh putri. Para putri mencemaskan kemenangan Amuk Murugul, mereka lebih senang bunuh diri dari pada dinikahi Amuk Murugul. Ketika Amuk Murugul mendekati para putri, tiba-tiba Subanglarang berteriak dan menunjukan Ambetkasih yang sedang melarikan diri. Amuk Murugul pun melihat dan langsung mengejarnya. Setelah hampir tertangkap, Ambetkasih berbalik badan dan berhadapan langsung dengan Amuk Murugul, Ambetkasih menyemprotkan lada dari mulutnya tepat mengenai mata Amuk Murugul hingga setengah buta. Amuk Murugul menjerit kesakitan dan terjatuh kedalam lubang. Konon kabar sebelah pelirnya jatuh di lubang.

Ambetkasih berlari dan bersembunyi dibalik punggung Siliwangi. Namun Siliwangi tidak menghiraukan Ambetkasih yang meminta perlindungannya. Dalam keadaan putus asa, Ambetkasih menghunus keris Siliwangi dari pinggangnya dan mengancam akan bunuh diri. Siliwangi membujuknya, lantas Ambetkasih mengurungkan niatnya.

Tiba-tiba Amuk Murugul telah berada dihadapan Siliwangi dan Ambetkasih. Siliwangi segera memerintah kan para putri untuk bersembunyi dibalik pepohonan, Amuk Murugul marah dan menantang Siliwangi, namun Siliwangi malahan mengetukan kukunya ketanah, kemudian muncul Anjawong tanpa terlihat orang lain. Karena kesaktiannya akhirnya Siliwangi dapat melukai dahi Amuk Murugul. Karena kelemahan Amuk Murugul tidak boleh melihat darahnya sendiri maka kesaktiannya menjadi hilang.

Amuk Murugul berjanjian akan mengabdikan diri kepada Siliwangi, dan menganggap Siliwangi sebagai bapaknya, terhadap Ambetkasih ia pun menganggap sebagai ibunya. Demikian pula raja-raja domas lainnya, mereka berjanji akan mengabdikan diri kepada Siliwangi, sedangkan adik-adik perempuannya diserahkan kepada Siliwangi untuk dinikahi.

Konon pada suatu hari nanti Siliwangi akan memerintah Pajajaran dengan adil dan bijaksana. Siliwangi akhirnya dikenal dalam carita rakyat Sunda, ia pun menjadi tokoh penting dari ajegna Pajajaran. Cag (***)

CARA RADEN SYAHID MENCARI GURU SEJATI



Di antara para wali yang lain, Kanjeng Sunan Kalijaga bisa dikatakan satu-satunya wali yang menggunakan pendekatan yang pas yaitu budaya Jawa. Dia sadar, tidak mungkin menggunakan budaya lain untuk menyampaikan ajaran sangkan paraning dumadi secara tepat. Budaya arab tidak cocok diterapkan di Jawa karena manusia Jawa sudah hidup sekian ratus tahun dengan budayanya yang sudah mendarah daging. Bahkan, setelah “dilantik” menjadi wali, dia mengganti jubahnya dengan pakaian Jawa memakai blangkon atau udeng.
Nama mudanya Raden Syahid, putra adipati Tuban yaitu Tumenggung Wilatikta dan Dewi Nawangrum. Kadpiaten Tuban sebagaimana Kadipaten yang lain harus tunduk di bawah kekuasaan Kerajaan Majapahit. Nama lain Tumenggung Wilatikta adalah Ario Tejo IV, keturunan Ario Tejo III, II dan I. Arti Tejo I adalah putra Ario Adikoro atau Ronggolawe, salah seorang pendiri Kerajaan Majapahit. Jadi bila ditarik dari silsilah ini, Raden Syahid sebenarnya adalah anak turun pendiri kerajaan Majapahit.
Raden Syahid lahir di Tuban saat Majapahit mengalami kemunduran karena kebijakan yang salah kaprah, pajak dan upeti dari masing-masing kadipaten yang harus disetor ke Kerajaan Majapahit sangat besar sehingga membuat miskin rakyat jelata. Suatu ketika, Tuban dilanda kemarau panjang, rakyat hidup semakin sengsara hingga suatu hari Raden Syahid bertanya ke ayahnya: “Bapa, kenapa rakyat kadipaten Tuban semakin sengsara ini dibuat lebih menderita oleh Majapahit?”. Sang ayah tentu saja diam sambil membenarkan pertanyaan anaknya yang kritis ini.
Raden Syahid yang melihat nasib rakyatnya merana, terpanggil untuk berjuang dengan caranya sendiri. Cara yang khas anak muda yang penuh semangat juang namun belum diakui eksistensinya; menjadi “Maling Cluring”, yaitu pencuri yang baik karena hasil curiannya dibagi-bagikan kepada orang-orang miskin yang menderita. Tidak hanya mencuri, melainkan juga merampok orang-orang kaya dan kaum bangsawan yang hidupnya berkecukupan.
Suatu ketika, perbuatan mulia namun tidak lazim itu diketahui oleh sang ayah dan sang ayah tanpa ampun mengusir Raden Syahid karena dianggap mencoreng moreng kehormatan keluarga adipati. Pengusiran tidak hanya dilakukan sekali namun beberapa kali. Saat diusir Raden Syahid kembali melakukan perampokan namun sialnya dia tertangkap pengawal kadipaten hingga sang ayah kehabisan akal sehat. “Syahid anakku, kini sudah waktunya kamu memilih, kau yang suka merampok itu pergi dari wilayah Tuban atau kau harus tewas di tangan anak buahku”. Syahid tahu dia saat itu harus benar-benar pergi dari wilayah Tuban dan akhirnya, dia pun dengan hati gundah pergi tanpa arah tujuan yang jelas. Suatu hari dalam perjalanannya di hutan Jati Wangi, dia bertemu lelaki tua yang kemudian memperkenalkan dirinya sebagai Sunan Bonang. Sunan Bonang adalah putra dan murid Sunan Ampel yang berkedudukan di Bonang, dekat Tuban.
Syahid yang ingin merampok Sunan Bonang akhirnya harus bertekuk lutut dan Syahid akhirnya berguru pada Sunan Bonang. Oleh Bonang yang saat itu sudah jadi guru spiritual ini, Syahid diminta duduk diam bersila di pinggir sungai. Posisi duduk diam meneng ini di kalangan para yogi dikenal dengan posisi meditasi. Syahid saat itu telah bertekad untuk mengubah orientasi hidupnya secara total seratus delapan puluh derajat. Yang awalnya dia berjuang dalam bentuk fisik, menjadi perjuangan dalam bentuk batin (metafisik). Dia telah meninggalkan syariat masuk ke ruang hakekat untuk mereguk nikmatnya makrifat. Namun syarat yang diajarkan Sunan Bonang cuma satu: duduk, diam, meneng, mengalahkan diri/ego dan patuh pada sang guru sejati (kesadaran ruh). Untuk menghidupkan kesadaran guru sejati (ruh) yang sekian lama terkubur dan tertimbun nafsu dan ego ini, Bonang menguji tekad Raden Syahid dengan menyuruhnya untuk diam di pinggir kali.
Ya, perintahnya hanya diminta untuk diam tok, tidak diminta untuk dzikir atau ritual apapun. Cukup diam atau meneng di tempat. Dia tidak diminta memikirkan tentang Tuhan, atau Dzat Yang Adikodrati yang menguasai alam semesta. Tidak, Sunan Bonang hanya meminta agar sang murid untuk patuh, yaitu DIAM, MENENG, HENING, PASRAH, SUMARAH, SUMELEH. Awalnya, orang diam pikirannya kemana-mana. Namun sekian waktu diam di tempat, akal dan keinginannya akhirnya melemas dan akhirnya benar-benar tidak memiliki daya lagi untuk berpikir, energi keinginan duniawinya lepas landas dan lenyap. Raden Syahir mengalami suwung total, fana total karena telah hilang sang diri/ego.
“BADANKU BADAN ROKHANI, KANG SIFAT LANGGENG WASESA, KANG SUKSMA PURBA WASESA, KUMEBUL TANPA GENI, WANGI TANPA GANDA, AKU SAJATINE ROH SAKALIR, TEKA NEMBAH, LUNGO NEMBAH, WONG SAKETI PADA MATI, WONG SALEKSA PADA WUTA, WONG SEWU PADA TURU, AMONG AKU ORA TURU, PINANGERAN YITNA KABEH….”
Demikian gambaran kesadaran ruh Raden Syahid kala itu. Berapa lama Raden Syahid diam di pinggir sungai? Tidak ada catatan sejarah yang pasti. Namun dalam salah satu hikayat dipaparkan bahwa sang sunan bertapa hingga rerumputan menutupi tubuhnya selama lima tahu. Setelah dianggap selesai mengalami penyucian diri dengan bangunnya kesadaran ruh, Sunan Bonang menggembleng muridnya dengan kawruh ilmu-ilmu agama. Dianjurkan juga oleh Bonang agar Raden Syahid berguru ke para wali yang sepuh yaitu Sunan Ampel di Surabaya dan Sunan Giri di Gresik. Raden Syahid yang kemudian disebut Sunan Kalijaga ini menggantikan Syekh Subakir gigih berdakwah hingga Semenanjung Malaya hingga Thailand sehingga dia juga diberi gelar Syekh Malaya.
Malaya berasal dari kata ma-laya yang artinya mematikan diri. Jadi orang yang telah mengalami “mati sajroning urip” atau orang yang telah berhasil mematikan diri/ego hingga mampu menghidupkan diri-sejati yang merupakan guru sejati-NYA. Sebab tanpa berhasil mematikan diri, manusia hanya hidup di dunia fatamorgana, dunia apus-apus, dunia kulit. Dia tidak mampu untuk masuk ke dunia isi, dan menyelam di lautan hakikat dan sampai di palung makrifatullah.
Salah satu ajaran Sunan Kalijaga yang didapat dari guru spiritualnya, Sunan Bonang, adalah ajaran hakikat shalat sebagaimana yang ada di dalam SULUK WUJIL: UTAMANING SARIRA PUNIKI, ANGRAWUHANA JATINING SALAT, SEMBAH LAWAN PUJINE, JATINING SALAT IKU, DUDU NGISA TUWIN MAGERIB, SEMBAH ARANEKA, WENANGE PUNIKU, LAMUN ARANANA SALAT, PAN MINANGKA KEKEMBANGING SALAM DAIM, INGARAN TATA KRAMA. (Unggulnya diri itu mengetahui HAKIKAT SALAT, sembah dan pujian. Salat yang sesungguhnya bukanlah mengerjakan salat Isya atau maghrib. Itu namanya sembahyang. Apabila disebut salat, maka itu hanya hiasan dari SALAT DAIM, hanya tata krama).
Di sini, kita tahu bahwa salat sejati adalah tidak hanya mengerjakan sembah raga atau tataran syariat mengerjakan sholat lima waktu. Salat sejati adalah SALAT DAIM, yaitu bersatunya semua indera dan tubuh kita untuk selalu memuji-Nya dengan kalimat penyaksian bahwa yang suci di dunia ini hanya Tuhan: HU-ALLAH, DIA ALLAH. Hu saat menarik nafas dan Allah saat mengeluarkan nafas. Sebagaimana yang ada di dalam Suluk Wujil: PANGABEKTINE INGKANG UTAMI, NORA LAN WAKTU SASOLAHIRA, PUNIKA MANGKA SEMBAHE MENENG MUNI PUNIKU, SASOLAHE RAGANIREKI, TAN SIMPANG DADI SEMBAH, TEKENG WULUNIPUN, TINJA TURAS DADI SEMBAH, IKU INGKANG NIYAT KANG SEJATI, PUJI TAN PAPEGETAN. (Berbakti yang utama tidak mengenal waktu. Semua tingkah lakunya itulah menyembah. Diam, bicara, dan semua gerakan tubuh merupakan kegiatan menyembah. Wudhu, berak dan kencing pun juga kegiatan menyembah. Itulah niat sejati. Pujian yang tidak pernah berakhir)
Jadi hakikat yang disebut Sholat Daim nafas kehidupan yang telah manunggaling kawulo lan gusti, yang manifestasinya adalah semua tingkah laku dan perilaku manusia yang diniatkan untuk menyembah-Nya. Selalu awas, eling dan waspada bahwa apapun yang kita pikirkan, apapun yang kita kehendaki, apapun yang kita lakukan ini adalah bentuk yang dintuntun oleh AKU SEJATI, GURU SEJATI YANG SELALU MENYUARAKAN KESADARAN HOLISTIK BAHWA DIRI KITA INI ADALAH DIRI-NYA, ADA KITA INI ADALAH ADA-NYA, KITA TIDAK ADA, HANYA DIA YANG ADA.
Sholat daim ini juga disebut dalam SULUK LING LUNG karya Sunan Kalijaga: SALAT DAIM TAN KALAWAN, MET TOYA WULU KADASI, SALAT BATIN SEBENERE, MANGAN TURU SAHWAT NGISING. (Jadi sholat daim itu tanpa menggunakan syariat wudhu untuk menghilangkan hadats atau kotoran. Sebab kotoran yang sebenarnya tidak hanya kotoran badan melainkan kotoran batin. Salat daim boleh dilakukan saat apapun, misalnya makan, tidur, bersenggama maupun saat membuang kotoran.)
Ajaran makrifat lain Sunan Kalijaga adalah IBADAH HAJI. Tertera dalam Suluk Linglung suatu ketika Sunan Kalijaga bertekad pergi ke Mekkah untuk melaksanakan ibadah haji. Di tengah perjalanan dia dihentikan oleh Nabi Khidir. Sunan dinasehati agar tidak pergi sebelum tahu hakikat ibadah haji agar tidak tersesat dan tidak mendapatkan apa-apa selain capek. Mekah yang ada di Saudi Arabia itu hanya simbol dan MEKAH YANG SEJATI ADA DI DALAM DIRI. Dalam suluk wujil disebutkan sebagai berikut:
NORANA WERUH ING MEKAH IKI, ALIT MILA TEKA ING AWAYAH, MANG TEKAENG PRANE YEN ANA SANGUNIPUN, TEKENG MEKAH TUR DADI WALI, SANGUNIPUN ALARANG, DAHAT DENING EWUH, DUDU SREPI DUDU DINAR, SANGUNIPUN KANG SURA LEGAWENG PATI, SABAR LILA ING DUNYA.
MESJID ING MEKAH TULYA NGIDERI, KABATOLLAH PINIKANENG TENGAH, GUMANTUNG TAN PACACANTHEL, DINULU SAKING LUHUR, LANGIT KATON ING NGANDHAP IKI, DINULU SAKING NGANDHAP, BUMI ANENG LUHUR, TINON KULON KATON WETAN, TINON WETAN KATON KULON IKU SINGGIH TINGALNYA AWELASAN.
(Tidak tahu Mekah yang sesugguhnya. Sejak muda hingga tua, seseorang tidak akan mencapai tujuannya. Saat ada orang yang membawa bekal sampai di Mekah dan menjadi wali, maka sungguh mahal bekalnya dan sulit dicapai. Padahal, bekal sesungguhnya bukan uang melainkan KESABARAN DAN KESANGGUPAN UNTUK MATI. SESABARAN DAN KERELAAN HIDUP DI DUNIA. Masjid di Mekah itu melingkar dengan Kabah berada di tengahnya. Bergantung tanpa pengait, maka dilihat dari atas tampak langit di bawah, dilihat dari bawah tampak bumi di atas. Melihat yang barat terlihat timur dan sebalinya. Itu pengelihatan yang terbalik).
Maksudnya, bahwa ibadah haji yang hakiki adalah bukanlah pergi ke Mekah saja. Namun lebih mendalam dari penghayatan yang seperti itu. Ibadah yang sejati adalah pergi ke KIBLAT YANG ADA DI DALAM DIRI SEJATI. Yang tidak bisa terlaksana dengan bekal harta, benda, kedudukan, tahta apapun juga. Namun sebaliknya, harus meletakkan semua itu untuk kemudian meneng, diam, dan mematikan seluruh ego/aku dan berkeliling ke kiblat AKU SEJATI. Inilah Mekah yang metafisik dan batiniah. Memang pemahaman ini seperti terbalik, JAGAD WALIKAN. Sebab apa yang selama ini kita anggap sebagai KEBENARAN DAN KEBAIKAN MASIHLAH PEMAHAMAN YANG DANGKAL. APA YANG KITA ANGGAP TERBAIK, TERTINGGI SEPERTI LANGIT DAN PALING BERHARGA DI DUNIA TERNYATA TIDAK ADA APA-APANYA DAN SANGAT RENDAH NILAINYA.
Apa bekal agar sukses menempuh ibadah haji makrifat untuk menziarahi diri sejati? Bekalnya adalah kesabaran dan keikhlasan. Sabar berjuang dan memiliki iman yang teguh dalam memilih jalan yang barangkali dianggap orang lain sebagai jalan yang sesat. Ibadah haji metafisik ini akan mengajarkan kepada kita bahwa episentrum atau pusat spiritual manusia adalah BERTAWAF. Berkeliling ke RUMAH TUHAN, berkeliling bahkan masuk ke AKU SEJATI dengan kondisi yang paling suci dan bersimpuh di KAKI-NYA YANG MULIA. Tujuan haji terakhir adalah untuk mencapai INSAN KAMIL, yaitu manusia sempurna yang merupakan kaca benggala kesempurnaan-Nya.
Sunan Kalijaga adalah manusia yang telah mencapai tahap perjalanan spiritual tertinggi yang juga telah didaki oleh Syekh Siti Jenar. Berbeda dengan Syekh Siti Jenar yang berjuang di tengah rakyat jelata, Sunan Kalijaga karena dilahirkan dari kerabat bangsawan maka dia berjuang di dekat wilayah kekuasaan. Di bidang politik, jasanya terlihat saat akan mendirikan kerajaan Demak, Pajang dan Mataram. Sunan Kalijaga berperan menasehati Raden Patah (penguasa Demak) agar tidak menyerang Brawijaya V (ayahnya) karena beliau tidak pernah berlawanan dengan ajaran akidah. Sunan Kalijaga juga mendukung Jaka Tingkir menjadi Adipati Pajang dan menyarankan agar ibukota dipindah dari Demak ke Pajang (karena Demak dianggap telah kehilangan kultur Jawa.
Pajang yang terletak di pedalaman cocok untuk memahami Islam secara lebih mendalam dengan jalur Tasawuf. Sementara kota pelabuhan jalurnya syariat. Jasa lain Sunan Kalijaga adalah mendorong Jaka Tingkir (Pajang) agar memenuhi janjinya memberikan tanah Mataram kepada Pemanahan serta menasehati anak Pemanahan, yaitu Panembahan Senopati agar tidak hanya mengandalkan kekuatan batin melalui tapa brata, tapi juga menggalang kekuatan fisik dengan membangun tembok istana dan menggalang dukungan dari wilayah sekeliling. Bahkan Sunan Kalijaga juga mewariskan pada Panembahan Senopati baju rompi Antakusuma atau Kyai Gondhil yang bila dipakai akan kebal senjata apapun.