RSS
Welcome to my blog, hope you enjoy reading :)
English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Minggu, 17 November 2013

Karomah Syeikh Kholil Bangkalan


Karomah Syeikh Kholil Bangkalan



Berguru Dalam Mimpi
Pada waktu Syeikh Kholil masih muda, ada seorang Kiai yang terkenal di
daerah Wilungan, Pasuruan bernama Abu Darrin. Kealimannya tidak hanya terbatas di lingkungan Pasuruan, tetapi sudah menyebar ke berbagai daerah lain, termasuk Madura. Kholil muda yang mendengar ada ulama yang mumpuni itu, terbetik di hatinya ingin menimba ilmunya. Setelah segala perbekalan dipersiapkan, maka berangkatlah Kholil muda ke pesantren Abu Darrin dengan harapan dapat segera bertemu dengan ulama yang dikagumi itu.Tetapi alangkah sedihnya ketika dia sampai di Pesantren Wilungan, ternyata Kiai Abu Darrin telah meninggal dunia beberapa hari sebelumnya. Hatinya dirundung duka dengan kepergian Kiai Abu Darrin. Namun karena tekad belajarnya sangat menggelora maka Kholil segera sowan ke makam Kiai Abu Darrin. Setibanya di makam Abu Darrin, Kholil lalu mengucapkan salam lalu berkata: bagaimana saya ini Kiai, saya masih ingin berguru pada Kiai, tetapi Kiai sudah meninggal desah Kholil sambil menangis. Kholil lalu mengambil sebuah mushaf Al Quran. Kemudian bertawassul dengan membaca Al Quran terus menerus sampai 41 hari lamanya.Pada hari ke-41 tiba-tiba datanglah Kiai Abu Darrin dalam mimpinya. Dalam mimpi itu, Kiai Abu Darrin mengajarkan beberapa ilmunya kepada Kholil. Setelah dia bangun dari tidurnya, lalu Kholil serta merta dapat menghafal kitab Imriti, Kitab Asmuni dan Alfiyah.
Di Datangi Macan
Suatu hari di bulan Syawal. Kiai Kholil tiba-tiba memanggil santrinya. Anak-anakku, sejak hari ini kalian harus memperketat penjagaan pondok pesantren. Pintu gerbang
harus senantiasa dijaga, sebentar lagi akan ada macan masuk ke pondok kita ini.” Kata Syeikh Kholil agak serius. Mendengar tutur guru yang sangat dihormati itu, segera para santri mempersiapkan diri. Waktu itu sebelah timur Bangkalan memang terdapat hutan-hutan yang cukup lebat dan angker. Hari demi hari, penjagaan semakin diperketat, tetapi macan yang ditungu-tunggu itu belum tampak juga. Memasuki minggu ketiga, datanglah ke pesantren pemuda kurus, tidak berapa tinggi berkulit kuning langsat sambil menenteng kopor seng.

Sesampainya di depan pintu rumah SyeikhKholil, lalu mengucap salam. Mendengar salam itu, bukan jawaban salam yang diterima, tetapi Kiai malah berteriak memanggil santrinya ; Hey santri semua, ada macan....macan.., ayo kita kepung. Jangan sampai masuk ke pondok.” Seru Syeikh Kholil bak seorang komandan di medan perang.Mendengar teriakan Syeikh kontan saja semua santri berhamburan, datang sambil membawa apa yang ada, pedang, clurit, tongkat, pacul untuk mengepung pemuda yang baru datang tadi yang mulai nampak kelihatan pucat. Tidak ada pilihan lagi kecuali lari seribu langkah. Namun karena tekad ingin nyantri ke Syeikh Kholil begitu menggelora, maka keesokan harinya mencoba untuk datang lagi. Begitu memasuki pintu gerbang pesantren, langsung disongsong dengan usiran ramai-ramai. Demikian juga keesokan harinya. Baru pada malam ketiga, pemuda yang pantang mundur ini memasuki pesantren secara diam-diam pada malam hari. Karena lelahnya pemuda itu, yang disertai rasa takut yang mencekam, akhirnya tertidur di bawah kentongan surau.Secara tidak diduga, tengah malam Syeikh Kholil datang dan membantu membangunkannya. Karuan saja dimarahi habis-habisan. Pemuda itu dibawa ke rumah Syeikh Kholil. Setelah berbasa-basi dengan seribu alasan. Baru pemuda itu merasa lega setelah resmi diterima sebagai santri Syeikh Kholil. Pemuda itu bernama Abdul Wahab Hasbullah. Kelak kemudian hari santri yang diisyaratkan macan itu, dikenal dengan nama KH. Wahab Hasbullah, seorang Kiai yang sangat alim, jagoan berdebat, pembentuk komite Hijaz, pembaharu pemikiran. Kehadiran KH Wahab Hasbullah di mana-mana selalu berwibawa dan sangat disegani baik kawan maupun lawan bagaikan seekor macan, seperti yang diisyaratkan Syeikh Kholil.
SANTRI MIMPI DENGAN WANITA
Dan diantara karomahnya, pada suatu hari menjelang pagi, santri bernama Bahar
dari Sidogiri merasa gundah, dalam benaknya tentu pagi itu tidak bisa sholat subuh berjamaah. Ketidak ikutsertaanBahar sholat subuh berjamaah bukan karena malas, tetapi disebabkan halangan junub. Semalam Bahar bermimpi tidurdengan seorang wanita. Sangat dipahami kegundahan Bahar. Sebab wanita itu adalah istri Kiai Kholil, istri gurunya. Menjelang subuh, terdengar Kiai Kholil marah besar sambil membawa sebilah pedang seraya berucap:“Santri kurang ajar.., santri kurang ajar.....Para santri yang sudah naik ke masjid untuk sholat berjamaah merasa heran dan tanda tanya, apa dan siapa yang dimaksud santri kurang ajar itu.
Subuh itu Bahar memang tidak ikut sholat berjamaah, tetapi bersembunyi di belakang pintu masjid.Seusai sholat subuh berjamaah, Kiai Kholil menghadapkan wajahnya kepada semua santri seraya bertanya ; Siapa santri yang tidak ikut berjamaah?” Ucap Kiai Kholil nada menyelidik.Semua santri merasa terkejut,
tidak menduga akan mendapat pertanyaan seperti itu. Para santri menoleh ke kanan-kiri, mencari tahu siapa yang tidak hadir. Ternyata yang tidak hadir waktu itu hanyalah Bahar. Kemudian Kiai Kholil memerintahkan mencari Bahar dan dihadapkan kepadanya. Setelah diketemukan lalu dibawa ke masjid. Kiai Kholil menatap tajam-tajam kepada bahar seraya berkata ; Bahar, karena kamu tidak hadir sholat subuh berjamaah maka harus dihukum. Tebanglah dua rumpun bambu di belakang pesantren dengan petok ini Perintah Kiai Kholil. Petok adalah sejenis pisau kecil, dipakai menyabit rumput. Setelah menerima perintah itu, segera Bahar melaksanakan dengan tulus. Dapat diduga bagaimana Bahar menebang dua rumpun bambu dengan suatu alat yang sangat sederhana sekali, tentu sangat kesulitan dan memerlukan tenaga serta waktu yang lama sekali. Hukuman ini akhirnya diselesaikan dengan baik. Alhamdulillah, sudah selesai, Kiai Ucap Bahar dengan sopan dan rendah hati. Kalau begitu, sekarang kamu makan nasi yang ada di nampan itu sampai habis, Perintah Kiai kepada Bahar.Sekali lagi santri Bahar dengan patuh menerima hukuman dari Kiai Kholil. Setelah Bahar melaksanakan hukuman yang kedua, santri Bahar lalu disuruh makan buah-buahan sampai habis yang ada di nampan yang telah tersedia. Mendengar perintah ini santri Bahar melahap semua buah-buahan yang ada di nampan itu. Setelah itu santri Bahar diusir oleh Kiai Kholil seraya berucap ; Hai santri, semua ilmuku sudah dicuri oleh orang ini ucap Kiai Kholil sambil menunjuk ke arah Bahar. Dengan perasaan senang dan mantap santri Bahar pulang\
meninggalkan pesantren Kiai Kholil menuju kampung halamannya.Memang benar, tak lama setelah itu, santri yang mendapat isyarat mencuri ilmu Kiai Kholil itu, menjadi Kiai yang sangat alim, yang memimpin sebuah pondok pesantren besar di Jawa Timur. Kia beruntung itu bernama Kiai Bahar, seorang Kiai besar dengan ribuan santri yang diasuhnya di Pondok Pesantren Sido Giri, Pasuruan, Jawa Timur.
Orang Arab Dan Macan Tutul
Suatu hari menjelang sholat magrib. Seperti biasanya Kiai Kholil mengimami jamaah sholat bersama para santri Kedemangan. Bersamaan dengan Kiai Kholil mengimami sholat, tiba-tiba kedatangan tamu berbangsa Arab. Orang Madura menyebutnya Habib. Seusai melaksanakan sholat, Kiai Kholil menemui tamunya, termasuk orang Arab yang baru datang itu. Sebagai orang Arab yang mengetahui kefasihan Bahasa Arab. Habib menghampiri Kiai Kholil seraya berucap ; Kiai, bacaan Al- Fatihah antum (anda) kurang fasih tegur Habib. Setelah berbasa-basi beberapa saat. Habib dipersilahkan mengambil wudlu untuk melaksanakan sholat magrib. Tempat wudlu ada di sebelah masjid itu. Silahkan ambil wudlu di sana ucap Kiai sambil menunjukkan arah tempat wudlu.
Baru saja selesai wudlu, tiba-tiba sang Habib dikejutkan dengan munculnya macan tutul. Habib terkejut dan berteriak dengan bahasa Arabnya, yang fasih untuk mengusir macan tutul yang makin mendekat itu. Meskipun Habib mengucapkan Bahasa Arab sangat fasih untuk mengusir macan tutul, namun macan itu tidak pergi juga.Mendengar ribut-ribut di sekitar tempat wudlu Kiai Kholil datang menghampiri. Melihat ada macan yang tampaknya penyebab keributan itu, Kiai Kholil mengucapkan sepatah dua patah kata yang kurang fasih. Anehnya, sang macan yang mendengar kalimat yang dilontarkan Kiai Kholil yang nampaknya kurang fasih itu, macan tutul bergegas menjauh. Dengan kejadian ini, Habib paham bahwa sebetulnya Kiai Kholil bermaksud memberi pelajaran kepada dirinya, bahwa suatu ungkapan bukan terletak antara fasih dan tidak fasih, melainkan sejauh mana penghayatan makna dalam ungkapan itu.
Jawaban Syeikh Kholil kepada tamunya
Suatu Ketika Habib Jindan bin Salim berselisih pendapat dengan seorang ulama, manakah pendapat yang paling sahih dalam ayat ‘Maliki yaumiddin’, maliki-nya dibaca ‘maaliki’ (dengan memakai alif setelah mim), ataukah ‘maliki’ (tanpa alif).Setelah berdebat tidak ada titik temu. Akhirnya sepakat untuk sama-sama datang ke Kiyahi Keramat; Kiyahi Khalil bangkalan.
Ketika itu Kiyahi yang jadi maha guru para kiyahi pulau Jawa itu sedang duduk didalam mushala, saat rombongan Habib Jindan sudah dekat ke Mushola sontak saja kiyahi Khalil berteriak. Maaliki yaumiddin ya Habib, Maaliki yaumiddin Habib, teriak Kiyahi Khalil bangkalan menyambut kedatangan Habib Jindan.
Tentu saja dengan ucapan selamat datang yang aneh itu, sang Habib tak perlu bersusah payah menceritakan soal sengketa Maliki yaumiddin ataukah maaliki yaumiddin itu.
Demikian cerita Habib Lutfi bin Yahya ketika menjelaskan perbendaan pendapat ulama dalam bacaan ayat itu pada Tafsir Thabari.
Tongkat Syeikh Kholil Dan Sumber Mata Air
Suatu hari Kiai Kholil berjalan ke arah selatan Bangkalan. Beberapa santri menyertainya. Setelah berjalan cukup jauh, tepatnya sampai di desa Langgundi, tiba-tiba Kiai Kholil menghentikan perjalanannya. Setelah melihat tanah di hadapannya, dengan serta merta Kiai Kholil menancapkan tongkatnya ke tanah. Dari arah lobang bekas tancapan Kiai Kholil, memancarlah sumber air yang sangat jernih. Semakin lama semakin besar. Bahkan karena terus membesar, sumber air tersebut akhirnya menjadi kolam yang bisa dipakai untuk minum dan mandi. Kolam yang bersejarah itu sampai sekarang masih ada. Orang Madura menamakannya Kolla Al-Asror Langgundi. Letaknya sekitar 1 km sebelah selatan kompleks
pemakaman Kiai Kholil Bangkalan.

 

Rabu, 13 November 2013

Panggilan Sayang dan Hadiah, Pembawa Pesan Cinta




Seorang istri tentu akan sangat bahagia, bila dipanggil suaminya dengan panggilan sayang. Sayang, tidak banyak suami yang mau mempraktikkan hal ini, walau sang suami teladan, Rasulullah telah memberikan contoh dalam hal ini.
Rasulullah sering memanggil Aisyah dengan sapaan, “Ya ‘Aisy”[1]
Kadang-kadang, beliau memanggilnya dengan “Ya Humaira!” (Wahai wanita yang putih kemerah-merahan).
Diriwayatkan dari Aisyah, bahwa ia berkata, “Rasulullah memanggilku, sedangkan ketika itu orang-orang Habasyah sedang bermain tombak di masjid pada hari ‘Id. Beliau berkata kepadaku, ‘Wahai Humaira’, apakah kamu ingin menyaksikan mereka? Aku jawab, ‘Ya’”[2]
Karena itulah wahai para suami, jangan pelit untuk sekedar memanggil istrimu dengan sapaan yang menyenangkan hatinya. Sekedar memanggilnya, “Dik,” atau “Dinda,” itu pun sudah akan sangat menyenangkan hatinya, apalagi bila engkau memanggilnya dengan lembut. Sungguh, panggilan mesra seorang suami kepada istrinya itu akan memberikan pengaruh positif yang sangat besar bagi psikologis seorang istri. Panggilan sayang yang tampaknya sepele itu, akan memberikan gairah bagi seorang istri, untuk selalu bersemangat dalam menjalankan tugasnya sebagai istri sekaligus ibu bagi anak-anaknya.

Hal itu disebabkan karena di balik panggilan sayang itu, tersimpan “pesan cinta” dari seorang suami terhadap istrinya. Bila setiap kali suaminya memulai komunikasi dengan panggilan sayang, seorang istri akan merasa bahwa suaminya menyayanginya.
Misalnya, “Dik…bagaimana pendapatmu tentang…” Atau, “Dinda, tolong bikinkan kopi ya…”
Atau, “Sayang, bagaiamana keadaan anak-anak kita hari ini?”
Betapa menyejukkan cara komunikasi dengan seorang suami, bila bisa seperti itu. Tentunya, istri yang baik akan membalas atau menjawabnya dengan hal yang serupa.
Seringkali, pada masa pengantin baru seorang suami memanggil istrinya dengan panggilan sayang. Namun, seiring berlalunya waktu, panggilan yang indah itu hilang entah ke mana. Suaminya berkomunikasi tanpa pernah memanggilnya lagi, apalagi dengan panggilan sayang penuh cinta. Hendaknya, suami yang baik tidaklah berbuat demikian. Karena semakin hari beban istri semakin berat, dan ia lebih membutuhkan perhatian, juga dorongan moril, meski sekedar dengan panggilan sayang.
Selain panggilan sayang, hendaknya seorang suami juga suka memberikan hadiah kepada istrinya. Berikanlah, walau ia tak meminta. Karena hadiah itu sangat penting. Ia akan menambah cinta antara dua pasangan.
Dalam hadits disebutkan,
“Salinglah memberi hadiah, niscaya kalian akan saling cinta*”[3]
Hadiah tidak harus mahal. TIdak ada kaitan antara kadar cinta dengan nilai hadiah.
Sekuntum bunga yang indah pun, sudah bisa menjadi hadiah terindah bagi seorang istri. Demikian pula, sebungkus oleh-oleh makanan atau buah kesukaannya, cukuplah sebagai pembawa pesan cinta dari sang suami.
Hendaknya, janganlah seorang suami menyepelekan atau meremehkan hal-hal “kecil” itu. Karena hal-hal yang tampaknya “kecil” itu, bisa menjadi penyokong tegaknya sakinah, mawaddah wa rahmah dalam keluarga kita.
Sekali-kali jangan mengira bahwa hanya wanita yang “cengeng” dan kekanak-kanakan saja yang suka disapa dengan panggilan sayang, dan suka diberi hadiah. Atau menganggap bahwa seorang lelaki jantan tidak mungkin memberikan sekuntum bunga pada istrinya, karena itu mirip yang dilakukan anak ingusan yang sedang dilanda cinta monyet. Itu tidak benar.
Yang harus Anda lakukan adalah: jangan kalah dengan anak ingusan yang sedang dilanda cinta monyet itu. Bawakanlah pesan cinta bagi kekasihmu, yang telah rela menyerahkan diri dan baktinya padamu.
Keterangan:
[1] Diriwayatkan oleh Bukhari
[2] Diriwayatkan An-Nasa’i. Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Baari mengatakan, “Isnad hadits ini shahih. Saya tidak melihat penyebutan kata Humaira’ dalam hadits shahih, kecuali dalam hadits ini.”
[3] Muwatha’ Imam Malik.


Islam Sebagai Jalan Hidup


Islam Sebagai Jalan Hidup

Apakah arti status kita sebagai seorang muslim? Apakah cukup seseorang dikatakan muslim jika telah mengucapkan syahadat? Sebelum menjawab pertanyaan di atas, alangkah baiknya apabila kita merujuk kepada kisah awal penciptaan manusia. Bagaimana iblis dilaknat oleh Allah Swt. Padahal ia tahu dan yakin bahwa Allah Swt adalah Tuhan Yang Maha Esa. Namun karena kecongkakannya, ia menolak untuk bersujud hormat kepada Nabi Adam as. Sebab itulah, Allah Swt mengusirnya dari surga dan menjanjikan tempatnya kekal di neraka. Na‘ûdzu bi’lLâh min dzâlik…

Maka iman alias kepercayaan saja tidaklah cukup, dibutuhkan Islam sebagai bukti akan keimanan itu sendiri.

إِنَّماَ اْلمُؤْمِنُوْنَ الَّذِيْنَ آمَنُوْا بِاللهِ وَرَسُوْلِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتاَبُوْا وَجَاهَدُوْا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيْلِ اللهِ أُولئِكَ هُمُ الصَّادِقُوْنَ - الحجرات: 14

“Sesungguhnya orang-orang mukmin yang sejati adalah mereka yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu, dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka di jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.” (Q.S. al-Hujurat: 14)

Adapun bentuk keislaman sendiri telah dicontohkan oleh Rasulullah Saw sebagai uswah hasanah, teladan yang sempurna bagi umat manusia. Beliau adalah seorang yang sukses di berbagai bidang. Sebagai kepala keluarga, beliau berhasil menjaga keutuhan dan keharmonisan rumah tangga. Sebagai orang tua, beliau paling sayang terhadap anak cucu beliau. Sebagai pedagang, kejujuran beliau tersiar ke mana-mana, tak heran bila Siti Khadijah (yang juga saudagarnya) jatuh hati dan meminang beliau. Sebagai tetangga, beliau pun menjenguk tetangganya yang sakit, walau tetangga tersebut selalu melempari beliau dengan kotoran.

Tidak hanya berkisar pada keseharian, Rasulullah Saw. juga sukses dalam mengatur pemerintahan. Beliau berhasil membangun masyarakat madani yang majemuk dan penuh toleransi di Madinah saat dunia masih buta akan hak-hak asasi manusia. Di medan perang, pasukan muslim sangat diperhitungkan oleh musuh. Meski kabilah Quraisy dan kabilah-kabilah lain yang membenci Islam bersekutu dalam perang Ahzab, berkat pertolongan Allah Swt dan strategi yang jitu, Madinah berhasil dipertahankan.

Peran beliau yang menyeluruh sebenarnya menggambarkan bahwa Islam adalah agama yang mencakup semua lini kehidupan. Kehidupan pribadi, keluarga, bertetangga, bermasyarakat, hingga bernegara. Tak satupun luput dari bidikan Islam.

وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُوْا إِلاَّ إِياَّهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَاناً إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ اْلكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاَهُمَا فَلاَ تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلاَ تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلاً كَرِيْمًا - الإسراء: 23

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah kecuali kepada-Nya dan hendaklah berbuat baik kepada kedua orang tua. Jika salah satu atau keduanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka janganlah sekali-kali kamu mengatakan kepada mereka “ah”. Janganlah engkau membentak mereka. Dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (Q.S. al-Isrâ’: 23)

Al-Quran pun telah mencantumkan kaidah dasar yang terpakai dalam pemerintahan

وَأَمْرُهُمْ شُوْرَى بَيْنَهُمْ - الشورى: 38

“Dan urusan mereka diputuskan dengan musyawarah di antara mereka.” (Q.S. al-Syûrâ: 38)

Dalam perdagangan Allah Swt dengan jelas melarang riba

وَأَحَلَّ اللهُ اْلبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّباَ - البقرة: 275

“Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (Q.S. al-Baqarah: 275)

Jadi, Islam merupakan jalan hidup. Ia lebih dari sekedar agama. Ia hadir tidak hanya di masjid. Namun ia hadir di rumah, sekolah, kantor, pasar, jalan, hingga terminal.

Bisakah Manusia Lepas dari Islam?

Setiap perbuatan manusia pasti akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah Swt. Tiada satu pekerjaan manusia yang terlepas dari pengawasan Allah Swt. Entah jual beli baju, laporan keuangan kantor, browsing internet, bahkan tukang ojek. Jika perbuatan kita baik, maka akan baik pula balasan yang akan kita dapat. Sebaliknya, bila amalan kita buruk, pantaskah kita mengharap pahala dan surga?

Dengan kata lain kehidupan kita di dunia berhubungan erat dengan kehidupan kita di akhirat. Islam menghargai manusia lahir dan batin. Kebutuhan manusia tidak hanya berkutat pada masalah uang, makanan dan air, tapi juga ketenangan batin, kepuasan ruhani dan kedekatan kepada Sang Khalik. Kebutuhan materi dapat dipenuhi dengan usaha keras dan doa, namun apakah kebutuhan ruh kita juga tercukupi dengan banting tulang memeras keringat?

Saat fajar tiba, Islam mengajak pemeluknya untuk bangkit, membuka semangat baru dengan menghadap Allah Swt. Di sela-sela terik, muadzin menyiram letih batin dengan panggilannya. Ketika bayangan memanjang hingga dua kali bendanya, Ashar tiba menjemput batin yang lunglai. Menyiramkan kesegaran baru untuk meneruskan hidup. Tatkala hari berakhir, shalat menjadi sandaran hati untuk berlabuh dan beristirahat. Tak hanya itu, Allah Swt pun turun ke langit dunia pada sepertiga terakhir malam, menunggu hamba-hamba-Nya yang mengadu segala resah dan kesah. Menumpahkan gelut batin yang membekap jiwa… Subhanallah, alangkah indah!

أَلاَ بِذِكْرِ اللهِ تَطْمَئِنُّ اْلقُلُوْبُ - الرعد: 28

“Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah, hati akan tenteram.” (Q.S. al-Ra‘d: 28)
Jika keadaan batin sehat, usaha kita pun akan maksimal. Senyum terkembang, permasalahan dapat terpecahkan dengan tenang. Orang-orang di sekitar kita pun senang. Bila Allah telah menjadi penolong kita, maka tidak ada lagi yang perlu ditakutkan. Sesungguhnya Allah tidak akan mengingkari janjinya.

Ialah Islam, satu-satunya agama yang mengajarkan keseimbangan antara dunia dan akhirat, lahir dan batin. Tepat apabila Muhammad Iqbal mengatakan bahwa titel insân kâmil (manusia yang sempurna) hanya dapat dicapai oleh seorang muslim mukmin. Karena hanya seorang muslim mukminlah yang dapat menyelaraskan antara dunia dan akhirat, antara jiwa dan raga, ruh dan jasmani.

Islam sebagai jalan Hidup

Dari uraian di atas, tampaklah bahwa Islam adalah sebuah ajaran yang komplit. Islam tidak hanya sebatas kalimat yang diucapkan, tapi juga dipraktekkan dalam keseharian. Hanya dengan cara inilah Islam dapat berkembang.

Sejarah telah membuktikan, kebangkitan imperium Islam dari zaman Rasulullah Saw hingga dinasti Umawiyah di Andalusia (sekarang negara Spanyol) disebabkan oleh ketinggian budi umat muslim. Penduduk Andalusia yang kala itu dikuasai oleh kerajaan Gothic, mayoritas beragama Kristen dan Yahudi. Mereka terkesima oleh toleransi dan ketulusan prajurit Islam, bertolakbelakang dengan Raja Theodoric yang sewenang-wenang. Pasukan yang dipimpin Thariq bin Ziyad dianggap oleh masyarakat Andalus sebagai penyelamat ketimbang penakluk.

Sebaliknya, kehancuran dinasti Umawiyah bermula ketika umat Islam melupakan ajarannya. Para penguasa saling berebut kekuasaan dan kenikmatan duniawi, alpa akan tuntutan Allah Swt di hari hisab. Satu per satu daerah kekuasaan Islam melepaskan diri menjadi kerajaan sendiri. Tak jarang satu kerajaan menjalin kerjasama dengan pihak Kristen hanya untuk menghancurkan kerajaan Islam yang lain. Ironis.

Dengan demikian, sangat tepat bila Islam dikatakan sebagai sebuah jalan hidup. Kita sebagai muslim harus bangga menjadi bagian dari umat terbaik. Sebagai pemeluk satu-satunya agama yang diridhoi oleh Allah Swt.

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُوْنَ بِاْلمَعْرُوْفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ اْلمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُوْنَ بِاللهِ - آل عمران: 110

“Kalian (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia. Kalian menyeru kepada kebaikan, mencegah kemungkaran, dan kalian beriman kepada Allah.” (Q.S. Âli ‘Imrân: 110)

وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ اْلإِسْلاَمِ دِيْناً فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي اْلآخِرَةِ مِنَ اْلخاَسِرِيْنَ - آل عمران: 85

“Dan barangsiapa menghendaki agama selain Islam, sekali-kali tidak akan pernah diterima (amalannya). Dan di akhirat, dia termasuk golongan orang-orang yang merugi.” (Q.S. Âli ‘Imrân: 85)

Selanjutnya pilihan menunggu di depan mata kita. Apa yang akan kita perbuat sesuai dengan status kita sebagai seorang muslim?

Setiap Manusia Adalah Perahu Yang Berlayar


Setiap Manusia Adalah Perahu Yang Berlayar Di Samudra Kehidupan
Hidup kita ibarat perahu ditengah samudra luas yang penuh badai dan angin kencang namun ddidalam perahu itu sudah dilengkapi dengan alat-alat komunikasi dan kompas, ketika seorang insan sudah terlalu jauh dari jalan yang harusnya ditempuh maka  alat komunikasinya adalah Allah dan kompasnya adalah alqur'an dan alhadits, tidak ada yang lain.
Lebih dari itu... Manusia diciptakan dengan sangat baik oleh
Allah, dilengkapi dengan bakat serta kemampuan yg luar biasa. Diberi hati nurani dan akal budi serta kebebasan untuk menjalankan perahu kehidupan kita secara baik dan benar. 


Bahkan seekor lalat pun rezekinya sudah diatur oleh Maha Besar Allah, lalu bagaimana mungkin seorang manusia yang jauh lebih sempurna (memiliki akal budi & perasaan) masih mengeluh bahwa hidup ini tidak adil, mengeluh bahwa rezeki mereka terlalu sempit, mengeluh bahwa tidak ada satupun kesempatan yang datang pada mereka. bukankah semua keluhan itu bisa menjadikan mereka muslim yang kufur? bagi mereka yang sering berpikiran demikian tidak ada salahnya jika sesama muslim kita saling mengigatkan, cobalah ajak mereka berjalan keluar dan mengelilingi daerah sekitarnya, cobalah minta mereka tidak hanya melihat dengan mata tapi juga melihat dengan hati dan pikiran yang jernih, lhat bagaimana seorang pemulung masih bisa makan, cobalah lihat bagaimana seorang tukang parkir masih bisa bertahan hidup, cobalah lihat seroang penjual kerupuk masih bisa bersyukur, dan banyak lagi! apa kurang cukup bukti bahwa manusia sudah ditakdiran sebagai salah satu penciptaan Allah yang paling sempurna, hanya orang-orang kufur yang bisanya mengelu dan mengatakan hidup ini tidak adil.


Tidak ada gunanya perahu yang hebat jika hanya ditambat di dermaga. Sejatinya hidup kita adalah berlayar mengarungi samudra, melawan badai, menembus ombak dan menemukan pantai harapan. Sejatinya hidup selalu ada masalah, dan manusia akan selalu dihadapkan dengannya tinggal bagaimana manusia mengunakan alat komunikasi dan kompasnya untuk menghadapi semua masalah itu.


Mari kita kembangkan layar, penuhi dada kita dengan keyakinan bahwa Allah bersama kita...

Allah Hu Akbar!!