SEJARAH SINGKAT
PONDOK PESANTREN IHYAUL ULUM
Pondok
Pesanten Ihyaul Ulum terletak di sebelah barat laut kota Gresik, sekitar ± 28
km dari kota kabupaten Gresik, tepatnya di Desa duknanyar Kecamatan Dukun
Kabupaten gresik Provinsi Jawa Timur.
Pondok Pesantren
ini didirikan pada tanggal 1 januari 1951 oleh seorang ulama’ yang cukup
dikenal di daerah Kabupaten Gresik dan
sekitarnya, beliau bernama KH. MA’SHUM SUFYAN. Mula-mula beliau mengajar
keluarganya mengaji di rumahnya, kemudian banyak tetangga dan masyarakat
sekitar yang berminat untuk mendalami ilmu agama khususnya tentang al-Qur’an,
maka rumah beliau yang berlantai dua ruangan atasnya dipersiapkan secara total
untuk sentral kegiatan pengajian (rumah tersebut masih berwujud aslinya dan
terawat hingga sekarang).
Seiring
berputarnya waktu, pengaruh KH. Ma’shum Sufyan semakin meluas di kalangan
masyarakat, akibatnya rumah beliaupun dipadati oleh masyarakat yang cinta ilmu
agama. Di dorong situasi demikian, beliau bersama keluarganya utamanya mbah H. Rusydi
(mertua beliau) memberi dukungan penuh baik moril maupun materiil untuk
membangun langgar dengan beberapa gotha’an di pekarangan depan
rumah beliau sebagi tempat mengaji dan istirahatnya para santri.
Peristiwa
ini terjadi pada tahun 1951, dan dari langgar ini cikal bakal dimulailah
sejarah Pondok Pesantren Ihyaul Ulum yang tercinta ini.
RIWAYAT SINGKAT PENDIRI PONDOK PESANTREN IHYAUL ULUM
Pendiri
pondok pesantren Ihyaul Ulum, adalah seorang tokoh dan ulama’ yang patut ditiru
dan diteladani di bidang ilmu, perjuangan, kepemimpinan dan kesederhanaannya.
Beliau bernama KH. Ma’shum Sufyan yang
hidup dalam satu keluarga yang amat sederhana. Ayah beliau bernama H. Muhammad
Sufyan, sedang ibunya bernama Amnah. Beliau lahir di Desa Dukun pada hari Sabtu
Kliwon tahun 1334 H.
Kesederhanaan
beliau tergambar dalam sikap dan lakunya tiap hari, keikhlasannya tergambar
dalam setiap ucapan dan perbuatan beliau.Satu contoh, ketika beliau
diwawancarai tentang riwayat hidupnya, sebagaian ucapannya dapat direkam sebagai
berikut.”Wah... maaf saja, saya tidak tahu semua itu. Tahu saya Cuma sedikit
dan itupun terbatas pada apa yang diinformasikan oleh ibu kepada saya.
Disamping itu, apasih perlunya riwayat hidup saya ditampilkan dalam
tulisan-tulisan? Thoh saya hanya begini saja. Tulis saja sedikit sejarah
perjalanan Pondok Pesantren Ihyaul Ulum itu “. Ketawadlu’an beliau terbentuk
karena kedalaman ilmu agamanya yang dipelajari semenjak masa kecil.
Pada
sekitar umur 6 sampai 7 tahun KH. Ma’shum sufyan sudah fasih dan terampil
membaca ayat-ayat al-Qur’an. Hal tersebut berkat asuhan kakek beliau yang
dikenal adil dalam soal membaca al-qur’an, yakni kiyai Amari.Dalam usia yang
masih kecil KH. Ma’shum sudah nampak kepandaiannya dalam ilmu agama, demikian
pernyataan yang dilontarkan oleh KH. Ahyat salah seorang paman beliau yang
sekaligus menjadi pengasuhnya. Sebagai lazimnya anak-anak pada waktu itu, KH.
Ma’shum memohonkepada orang tuanya untuk disekolahkan, dan karena cintanya
terhadap ilmu disamping merasa berkewajiban
orang tua beliau leluluskan permohanannya.. mulai saat itu KH. Ma’shum
bersekolah di madrasah Islamiyah di bawah asuhan para ustadz alumni Makkatul
Mukarromah, di antaranya : KH. Dimyathi dan KH. Muhammad hasan.
Pada usia
12 tahun, KH. Ma’shum yang terkenal kecerdasannya, pergi berguru ke daerah
Sidayu Gresik kepada KH. Munawar untuk menghafalkan al-Qur’an. Wal-hasil
sungguh mengherankan dalam kurun waktu Cuma 3 bulan beliau telah hafal al-Quran
dengan fasih. Berbagai sanjungan oleh para santri dan masyarakat pun
dialamatkan pada beliau semenjak mengetahui kemampuan beliau, sehingga guru
beliaupun KH. Munawar turut berbangga hati dan bersyukur kepada Allah SWT
karena beliau diberi murid yang sehebat itu.
Prestasi
yang dicapai oleh K.H. Ma’shum itu, membuat namanya melambung tinggi dan dalam
usia yang semuda itu, (12 tahun) beliau diangkat sebagai asisten dosen dalam
tahfidhul qur’an. Dasar sifat tawadlu’nya yang kuat, banyaknya sanjungan dan
tingginya kedudukan tidak membuatnya sombong. Beliau tetap sebagaimana pohon
padi, semakin berisi, semakin merunduk. Bahkan ketinggian yang dimiliki oleh
beliau semakin merasa haus terhadap ilmu.
Setelah
genap mendapat 7 bulan hidup bergelut dengan Al Qur’an, beliau meminta pamit
kepada K.H. Munawwar untuk pulang dan melanjutkan mengaji ke K.H.M. Sa’id
Sampang Madura. Beberapa kitab telah di hatamkan disana dalam waktu yang hanya
tiga bulan. Dan waktu yang sesingkat itu, bagi Al-Mukarram K.H. Ma’shum sudah
dianggapnya cukup. Karena itu beliau datang menghadap K.H. M. Sa’id untuk
mengucapkan terima kasih dan minta permisi pulang sambil memohon do’a restu.
Pulangnya
beliau dari Madura, bukan karena ingin beristirahat dari mengaji, bahkan pulang
beliau adalah karena hausnya beliau dengan ilmu. Didekatinya K.H. Faqih bin
Abdul Jabbar Maskumambang untuk ditimba ilmunya.Lima tahun beliau mengaji
disana dan kemudian melanjutkan perjalanannya ke Rembang ngangsu ilmu dari
ulama’ terkenal K.H.Kholil. Kedatangan beliau bersamaan dengan datangnya
seorang pemuda yang pada akhirnya terkenal K.H. MAKHRUS ALI pimpinan Pondok
Pesantren Lirboyo Kediri.
Perkenalan beliau dengan K.H. MAKHRUS ALI’ membuat
persaudaraan yang erat sampai
Pada saatnya Al Mukarram K.H. MAHRUS pulang ke
Rahmatullah.
Terpetik
suatu cerita yang lucu dari pengalaman kedua Kyai tersebut saat sama-sama
mondok di K.H. Kholil Rembang. Suatu hari lurah Pondok mendapat tantangan dari
orang-orang kampung disekitar pondok
untuk bermain sepak bola. Sebetulnya surat tersebut merupakan surat yang
kesekian kalinya. Oleh lurah pondok, berkali-kali tidak pernah dilayani sebab
sudah berkali-kali main tetapi tidak pernah menang. Berita tersebut didengar
oleh dua santri baru itu (K.H. Ma’shum dan K.H. Makhrus). Untuk menjaga nama
baik pondok dan menanamkan rasa jera
pada penantang yang PKI itu, kedua santeri tersebut menyarankan untuk dilayani dan keduanya siap
untuk mengaturnya. Dikumpulkan santri-santri
yang masih kecil yang mengerti aturan permainan. Entah bekal apa yang
dipersiapkan, tapi suatu yang lucu dan mendebarkan terjadi pada waktu
pertandingan berlangsung. Banyak pemain dari kesebelasan kampung yang pingsan
tidak sadarkan diri karena kena
tendangan bola dari kesebelasan pondok. Pergantian pemain terus berganti, namun
yang tidak sadarkan diripun terus bertambah. Akhirnya permainan dihentika
dengan scor kira-kira 14 – 0 (lupa bilangan persisnya) untuk kesebelasan
pondok. Sejak peristiwa itu orang-orang PKI tidak lagi berani mempermainkan
santri-santri pondok.
K.H.
Ma’shum sebagaimana di pondok-pondok yang lain tidak pernah lama. Di Rembang,
beliau hanya satu tahun setengah dan kemudian setelah itu kembali nyantri ke
Hadrotis Syeh K.H. Faqih pada saatnya sang guru di panggil pulang ke
haribaanNnya.
Memang
bagi otak yang luar biasa cerdasnya sedikitnya waktu bukan halangan untuk
mendapatkan ilmu yang banyak, demikian halnya dengan tokoh dan pendiri Pondok
Pesantren ihyaul Ulum ini. Beliau tidak pernah lama tinggal di satu Pondok
pesantren sebagaimana lumrahnya santri-santri yang lain, namun sebagimana
realita yang ada, hanya 3 bulan Kitab Suci Al-qur’an yang setebal itu dapat
dihafal di luar kepal dengan lancar.
Satu hal
lagi yang perlu diketahui beliau KH. Ma’shum Sufyan membuat kejutan di kalangan
kaum santri. Di saat beliau selesai melaksanakan akad pernikahannya dengan
sorang putri bernama Masyrifah, di hari itu pula beliau sambil menghilangkan
rasa rikuhnya sebagai pengantin baru di rumah mertuanya dengan menghafalkan
kitab Alfiyah ibnu Malik, dan dalam satu malam beliau telah hafal kitab Alfiyah
tersebut dari bait yang pertma sampai bait yang ke-832 yaitu sampai akhir dari
bab Jama’ Taksir.
Sungguh
hal yang menta’jubkan, adakah Santri-santri Ihyaul – Ulum yang akan mengikuti
jejalk Pendirinya itu? Mudah-mudahan akan muncul mbah ma’shum-mbah Ma’shum lain yang kan memegang tongkat estafet dari
kibaran panji ihyaul-Ulum ini.
Sebagai
akhir dari tulisan ini perlu dicatat bahwa beliau KH Ma’shum Sufyan pada masa
perebutan kekuasaan di negara Indonesia yang berpancasila ini ikut juga menjadi
prajurit pembela negara. Bahkan tidak Cuma itu, beliau juga menjadi konseptor
yang mengatur strategi perjuangan untuk menghadapi serangan kaum penjajah yang
akan menguasai tanah air yang tercinta ini.
Satu
diantara beberapa contoh cerita yang dapat dikemukakan di sini; pernah pada waktu
Belanda sudah ada di daerah Sembayat Manyar, penguasa daerah mengadakan
musyawarah tentang bagaimna cara pemecahannya. Pada saat itu beliau sempat
bersitegang dengan keluarganya sendiri yaitu KH Muchtar Faqih (al-Maghfurlah)
karena konsep yang dikemukakan dan langsung menjadi kesepakatan, konsep
tersebut adalah “Kita harus mempertahankan di sembayat, kita bersama-sama
menyerang ke sana”. Pertimbangan beliau anatara lain ;
Karena konsep tersebut munculnya
dari beliau maka majlis memutuskan untuk melaksanakannya dan sekaligus
mengamantkannya kepada beliau. Kemudian dipilihlah pemuda-pemuda yang cakap
termasuk diantaranya M. Ali dan Fadlun, orang yang terakhir namanya disebutkan
inilah yang sempat membuat kenangan karena dia pada waktu itu hampir saja mati
tenggelam di sungai. Untuk menyelamatkan diri maka ia berupaya sekuat kemampuan
dan al-hamdulillah dengan pertolongan Allah dapat selamat walaupun senjatanya
hilang di sungai.
Begitulah
kisah singkat Romo KH. Ma’shum Sufyan pendiri Pondok Pesantren ihyaul Ulum
Dukun Gresik, semoga santri-santri beliau dapat mengenang dan meneruskan
perjuangan beliau, Allahummaghfirlahuu....
0 komentar:
Posting Komentar